Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Ungkap Istilah Pencabutan Pandemi yang Disampaikan Jokowi Tidak Tepat, Ini Alasannya

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara sebut Jokowi seharusnya menggunakan istilah status kedaruratan kesehatan dicabut

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Pakar Ungkap Istilah Pencabutan Pandemi yang Disampaikan Jokowi Tidak Tepat, Ini Alasannya
dok. pribadi
Prof Tjandra Yoga Aditama, mantan direktur WHO Asia Tenggara. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggunaan istilah pencabutan pandemi seperti yang disampaikan Presiden Jokowi dinilai tidak tepat.

Guru Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, Pan memiliki arti semua atau banyak.

Adapun pandemi dimaknai sebagai penyakit yang menyebar luas ke seluruh negara di dunia sehingga organisasi kesehatan dunia atau WHO lah yang cocok untuk mencabut status pandemi tersebut.

 Jokowi seharusnya menggunakan istilah status kedaruratan kesehatan dicabut atau Indonesia sudah masuk endemi.

"Istilah pencabutan pandemi mungkin tidak terlalu tepat.

Istilah pandemi itu mengggambarkan keadaan semua atau banyak negara, katakanlah keadaan dunia. Pandemi atau tidak itu adalah kewajiban WHO yang menilai keadaan dunia, bukan satu negara saja," kata dia dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (21/6/2023).

Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Beberkan Empat Tantangan Berat Usai WHO Cabut Status Darurat Covid-19

Berita Rekomendasi

 Selain itu, pemerintah sebelumnya juga tidak pernah mengeluarkan ketetapan bahwa Indonesia sedang pandemi sehingga cukup disebut sudah endemi atau juga kedaruratan kesehatan masyarakat sudah teratasi.

Ia menekankan, sekalipun endemi bukan berarti penyakit sudah tidak ada. Endemi justru menujukkan bahwa penyakit masih ada, walau tidak tinggi. 

"Virus SARS CoV2 penyebab Covid masih ada, pasiennya juga masih akan tetap ada, yang dirawat di RS juga akan tetap ada, dan bahkan yang meninggal masih akan tetap ada, sama seperti masih ada yang sakit, dirawat dan meninggal karena penyakit menular lainnya," jelas mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini.

Adapun 5 hal yang perlu dilakukan pemerintah:

1. Tetap menjaga kegiatan surveilan, pengamatan penyakit (dan genomik) secara terus menerus agar kalau ada gejolak epidemiologi bisa terdeteksi dan tertangani segera

2. Tingkatan riset untuk Covid-19 karena masih banyak fenomena ilmiah yang belum kita kuasai sepenuhnya

3. Penyuluhan kepada masyarakat harus terus dijaga. Tanpa pemberdayaan masyarakat maka masalah kesehatan (apapun) tidak akan bisa beres.

4. Pemerintah perlu memberi prioritas tinggi pada program kesehatan, dan semua sektor terkait perlu memberi kontribusinya bagi derajat kesehatan masyarakat.

5. Pemerintah perlu benar-benar mewujudkan aspek kegiatan promotif dan preventif. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas