DPD RI: Mari Bangga Berbahasa Daerah
Menurunnya penggunaan bahasa daerah di kehidupan sehari-hari tak boleh dibiarkan. DPD RI pun menghimbau masyarakat melestarikan bahasa daerah
Penulis: Sponsored Content
TRIBUNNEWS.COM – Kekayaan Indonesia yang tersimpan dari Sabang sampai Merauke tidak hanya berupa aneka hasil tambang, emas, perak atau berlian semata. Unsur kebudayaan juga menjadi kekayaan yang tidak ternilai harganya sepanjang masa.
Bahkan, dapat dikatakan, kebudayaan merupakan salah satu unsur identitas yang membentuk rasa kebangsaan nasional. Oleh karenanya, sudah sepatutnya generasi muda peduli terhadap kebudayaan Indonesia, termasuk di dalamnya soal bahasa daerah.
Hingga saat ini Indonesia memiliki banyak bahasa daerah. Jumlahnya sekitar 750 bahasa. Dari jumlah tersebut sekitar 50 bahasa daerah telah punah dan 350 bahasa daerah lainnya berada dalam kondisi rawan.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya bahasa daerah dilestarikan lebih jauh agar dapat menjadi cerminan bangsa ini ke depannya.
Keengganan memakai bahasa daerah di generasi muda mendapat perhatian dari DPD RI. Lewat satu senatornya yang berasal dari Aceh, Sudirman, DPD RI menekankan pelestarian bahasa daerah mulai saat ini.
Menurut Sudirman, dalam konteks wilayah Aceh, dirinya melihat para orang tua juga sudah mulai canggung menggunakan bahasa Aceh dalam kehidupan sehari-harinya.
Hal tersebut, menurut Sudirman, menunjukkan rasa tanggung jawab untuk menjaga nilai-nilai budaya, terutama bahasa daerah, sudah mulai terkikis.
“Kalau hal ini terjadi, mungkin 10 atau 15 tahun ke depan generasi kita sudah tidak tahu apa pun tentang bahasa daerah,” terangnya dalam acara dialog di Kantor DPD RI, Sekretariat Provinsi Aceh, Banda Aceh, Sabtu (11/7/2015).
Sudirman yang dikenal dengan nama Haji Uma juga menekankan, seluruh pihak di Indonesia mempunyai tanggung jawab yang sama besarnya dalam menyelamatkan bahasa daerah.
Sebab, hal itu merupakan unsur identitas bangsa. Keberadaannya dapat menyelamatkan bangsa Indonesia dari pengaruh globalisasi yang semakin mendunia.
Selain itu, Sudirman juga mengatakan dirinya bersama senator DPD RI lainnya sudah menggagas lahirnya regulasi yang dapat memperkokoh identitas dan eksistensi bahasa daerah.
Nantinya, ia berharap, bahasa daerah dapat diimplementasikan dalam kurikulum pendidikan nasional.
Mengapa harus pendidikan yang menjadi dasar? Menurut Sudirman, pendidikan merupakan fondasi awal pembentukan karakter anak dalam keluarga sebelum bermasyarakat.
Oleh karena itu, nilai kecintaan terhadap bahasa daerah perlu ditanamkan sejak dini, baik di rumah maupun sekolah.
“Para orangtua harus mengajari mereka membiasakan berkomunikasi dengan bahasa daerah di samping Indonesia. Kedunya harus seimbang sebelum anak-anak dilepas ke lingkungan dan pendidikannya,” tutur Sudirman.
Untuk wilayah Aceh sendiri, kini terdapat 11 bahasa daerah yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Ragam dialeknya pun bermacam-macam. Mulai dari dialek Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Barat.
Selain itu, masih ada pula Bahasa Gayo dengan dialek Lut, Deter, Gayo Luwes, Lokop dan Kalul.
Keberagaman dialek dalam bahasa daerah itu sejatinya harus menjadi perhatian bersama, bahwa sesungguhnya Indonesia pantas berbangga hati memiliki bahasa daerah yang unik dan khas.
Sejauh ini DPD RI tengah membahas RUU Bahasa Daerah agar dapat segera disahkan. Pembahasan RUU itu sendiri telah digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/7/2015) lalu bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Nantinya, RUU tersebut dapat menjadi landasan hukum yang tepat guna melindungi bahasa daerah dari kepunahan.
“DPD RI meyakini bahasa daerah sebagai kearifan lokal dan karakter bangsa yang perlu dilindungi keberadaannya, agar tidak punah,” ungkap Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris dalam kesempatan tersebut.
Ikuti terus perkembangan terbaru dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hanya di Kabar DPD RI.