DPD RI Menilai Indonesia Perlu Digalakkan Budaya Peduli Sampah
Budaya peduli sampah nantinya akan menjadi salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas UU No. 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sa
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Komite II DPD RI mendorong seluruh stakeholder agar menanamkan budaya peduli akan sampah. Untuk itu budaya peduli sampah nantinya akan menjadi salah satu masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas UU No. 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
“Kami telah banyak menerima masukan dan rekomendasi dari Pemerintah Aceh terkait perubahan atas UU No.18 tahun 2008. Maka perlunya mempercepat budaya peduli sampah sehingga dengan sadar sampah kita tidak akan membuang sampah dimana saja," ucap Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh saat kunjungan kerja di Banda Aceh, Selasa (28/1).
Puteh mengatakan tidak hanya stakeholder yang harus akan budaya peduli sampah. Perusahaan juga perlu digerakkan dalam pengelolaan sampah. "Perusahaan-perusahaan juga berperan untuk mencecah sampah. Nantinya juga akan menjadi keuntungan secara bisnis," harapnya.
Dirinya juga mengapresiasi Pemerintah Provinsi Aceh karena sebelum lahirnya UU No. 18 Tahun 2008 melalui Pemko Banda Aceh lima tahun sebelumnya telah memiliki Qanun Nomor 5 Tahun 2003 tentang Kebersihan dan Keindahan. Kemudian diperbarui dengan Qanun No. 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Sampah. "Dengan keberadaan UU No. 18 Tahun 2008 dan Qanun Nomor 1 Tahun 2017 tentunya diharapkan dapat menjadi dasar hukum untuk melakukan pengelolaan sampah dengan baik," terang senator asal Provinsi Aceh ini.
Menurut Puteh, Komite II DPD RI melihat peraturan di Pemerintah Provinsi Aceh terkait pengelolaan sampah sudah sangat baik. Namun dengan kapasitas sampah dalam sehari yang mencapai 230 ton, serta tumpukan sampah di TPA Gampong Jawa yang dihasilkan oleh para PKL di pasar sehingga pada tahun 2017-2018 Piala Adipura lepas dari Pemerintah Provinsi.
"Aceh, tentunya perlu mendapatkan penanganan serius secara komprehensif dari berbagai pihak terkait. Berbagai penyebab seperti kekurangan armada, pemilahan sampah oleh masyarakat, pengolahan sampah dengan teknologi serta penegakan hukum yang belum kuat, pemrosesan di TPA yang masih menggunakan sistem open dumping (penimbunan secara terbuka) dan belum melakukan pemrosesan sanitary landfill (pembuangan secara sehat) adalah masalah yang kerap terulang dalam hal pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah," kata Puteh.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Riau Edwin Pratama Putra memberikan masukan bahwa pemerintah kota seharusnya sudah mulai menggunakan teknologi dalam mengelola sampah. Seperti aplikasi yang sudah digunakan saat ini sehingga masyarakat mulai gandrung untuk mengelola sampah rumah tangganya sendiri.
"Saya memberi rekomendasi kepada pemerintah mungkin bisa menduplikasi hal ini untuk di Aceh. Hari ini ada aplikasi pemulung online, jadi ibu-ibu rumah tangga sudah mulai gandrung untuk hal ini. Esensinya sampah ini harus dimulai dari pengelolaan di rumah tangga," jelasnya.
Di kesempatan yang sama, Anggota DPD RI asal Provinsi Jawa Tengah Denty Eka Widi Pratiwi menilai pengelolaan sampah ini fokusnya adalah bagaimana mengubah perilaku masyarakatnya yaitu budaya bersih. Maka sebelum bicara pada infrastruktur, seharusnya difokuskan pada pengelolaan sampah itu sendiri. "Karena percuma ada TPS 3R, ada TPA yang arahnya ke sanitary landfill tanpa kita berproses kepada bagaimana merubah perilaku masyarakatnya itu sendiri," ulasnya.
Dalam pertemuan itu, Asisten II Sekretaris Daerah Aceh, Teuku Ahmad Dadek menilai dalam RUU atas perubahan UU No. 18 tahun 2008 terdapat klausul terkait infrastruktur, kerja sama dan perselisihan. Tetapi belum terlihat tentang menumbuhkan budaya hidup bersih. “Kami berharap regulasi yang akan dihadirkan dapat memuat terkait budaya bersih dan tidak membuang sampah sembarangan yang dimulai dari sekolah, gampong, kabupaten/kota dan provinsi,” harapnya.
Ahmad Dadek menambahkan dengan adanya pasal-pasal tersebut termasuk tanggung jawab yang dimulai dari pemerintah terkecil hingga pusat akan mampu mengatasi persoalan sampah di Aceh khususnya dan tanah air umumnya.
"Jadi pasal-pasal ini perlu disusun, misalnya melalui sekolah, desa apa perannya, kabupaten apa perannya, provinsi apa perannya dalam menciptakan supaya manusia ini bisa memproduksi sampah dalam jumlah minimal dan dalam bentuk yang teratur," kata Ahmad Dadek. (*)