Komite II DPD RI Dukung Penguatan BNPB
Komite II DPD RI menggelar rapat dengar pendapat dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Komite II DPD RI menggelar rapat dengar pendapat dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana membahas revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (16/3/2021).
Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh mengatakan revisi memang dibutuhkan untuk memperkuat payung hukum BNPB, baik itu untuk anggaran atau memperjelas koordinasi antara pusat dan daerah. Selain itu, edukasi kepada masyarakat dipandang perlu untuk diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
“Pembahasan rapat ini akan menjadi bahan masukan bagi DPD RI untuk selanjutnya dimasukan dalam DIM usulan ke DPR RI. Diharapkan penjelasan dari BNPB dapat memperkaya pemahaman kami tentang perlunya revisi Undang-Undang,” jelas Puteh.
Sementara itu Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri mengatakan, revisi undang-undang juga perlu mengatur ketentuan penanganan bencana non alam, seperti pandemi Covid-19 yang tengah melanda bangsa ini. Senator asal Kalimantan Utara ini juga menilai revisi perlu mengakomodir pembentukan unit pelaksana teknis di daerah dan mengkaji kembali aturan penetapan status kebencanaan.
“Dalam draft, di pasal 14 diamanatkan untuk dapat membentuk unit pelaksana teknis di daerah. Selain itu, pasal 7 ayat 2 tentang penetapan status bencana paling lambat 3x 24 jam, ini penting apa kira-kira pertimbangannya soal status penetapan yang terlalu lama,” jelas Hasan Basri.
Anggota Komite II DPD RI asal Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya mengatakan pentingnya peningkatan anggaran untuk para relawan, mengingat dana yang ada masih minim. Pencegahan dan penanganan bencana membutuhkan keterlibatan banyak pihak.
“Para relawan turut membantu dan bahkan mereka sendiri berpotensi untuk mengalami bencana, namun anggaran pendukungnya masih sangat kecil, sehingga terkadang berharap bantuan dari donatur. Penting apabila dimungkinkan BNPB dapatkan lebih dalam hal penganggaran,” ujarnya.
Kepala BNPB Doni Monardo menjelaskan, BNPB mengapresiasi revisi yang diinisiasi oleh Komite VIII DPR RI. Menurutnya, revisi penting dilakukan untuk penguatan BNPB sebagai lembaga yang bertanggung jawab dengan kebencanaan di tanah air.
“Kami apresiasi revisi ini bahkan sudah dibentuk panja. Namun, jika dilihat dalam fungsinya, kami hanya eksekutor, tidak terlibat langsung dalam keputusan tentang badan ini sendiri. Apapun putusan politik yang tertuang dalam undang-undang, kewajiban kami untuk menjalankannya,” ujar Doni.
Lebih lanjut Doni sepakat akan pentingnya edukasi bagi masyarakat tentang pencegahan dan penanggulangan bencana, sehingga dinilai perlu untuk masuk dalam kegiatan literasi di sektor pendidikan.
“Memang harus ada pendidikan kebencanaan atau ilmu pengetahuan yang isinya adalah pemahaman tentang pencegahan dan penanggulangan bencana. Ini penting untuk mewujudkan ekokrasi atau kedaulatan lingkungan hidup,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Banten Nana Suryana menerangkan di Banten ada 14 potensi bencana, antara lain banjir, gempa bumi, longsor, kekeringan, dll. Sementara itu, Sekretaris BPBD DKI, Anton Parura menyatakan untuk Provinsi DKI Jakarta terdapat delapan ancaman bencana.
“Antara lain gelombang ekstrim, banjir, kebakaran, epidemi, konflik sosial, dll,” ujarnya.
Data bencana di DKI Jakarta dalam lima tahun terakhir paling besar adalah kebakaran 500-700 kasus, dimana rata-rata sehari ada dua kebakaran, lalu banjir, pohon tumbang, gempa bumi. Lebih lanjut Anton menjelaskan yang paling penting dalam manajemen penanggulangan bencana adalah pencegahan dan mitigasi.