Anggota Komite IV DPD RI: Momentum, Harapan, dan Evaluasi PUG untuk Pembangunan Nasional
PUG menjadi kebutuhan yang tak terelakkan, karena Perencanaan Penganggaran Pembangunan Nasional wajib responsif gender.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Dalam Sesi Talkshow Hari ke-10 di Hari Perempuan International yang digagas Kaukus Perempuan Parlemen RI, Nusantara V Kompleks MPR/DPR/DPD RI, Kamis (18/3), yang bertajuk Meneropong Pengarus Utamaan Gender (PUG), Novita Annakotta, Anggota Komite IV DPD RI Propinsi Maluku menegaskan PUG suatu strategi dalam perencanaan penganggaran pembangunan, dimana keadilan dan kesetaraan gender hadir di seluruh aspek kehidupan. Termasuk di kelompok-kelompok seperti disabilitas, lansia dan anak, serta kelompok marjinal atau ekonomi lemah.
"Jadikan di hari ke-10 Hari Perempuan International yang digagas Kaukus Perempuan Parlemen RI, momentum, harapan dan evaluasi PUG yang semata mata untuk Pembangunan Nasional yang berkeadilan, sejahtera, dan bermartabat," tegas Novita Annakotta.
PUG menjadi kebutuhan yang tak terelakkan, karena Perencanaan Penganggaran Pembangunan Nasional wajib responsif gender. Seperti yang tercantum dalam Inpres No.9 Tahun 2000 dimana Kementerian/Lembaga, Non Kelembagaan, Tingkat Pusat hingga ke Desa menjamin hak yang sama setiap warga negara Indonesia. Namun Anna yang sudah dua periode di DPD RI mencatat bahwa hal tersebut belumlah cukup, jadi butuh sanksi reward dan punishman terhadap pelaksanaan tersebut.
"Dukungan politik yang memfokuskan PUG, saya rasa masih diperlukan. Karena perempuan terkadang di tuntut kecerdasan numeriknya. Kita butuh penganggaran yang pro SDGs, butuh pengawalan anggaran di Kementerian/Lembaga, sehingga perencanaan anggaran PUG kebijakan kebijakannya dapat diimplementasikan," ujar Senator dari Propinsi Maluku ini.
Karena seperti yang dilihat dan dirasakannya saat reses atau turun bertemu masyarakat di daerah daerah, PUG belum maksimal dalam proses pengangaran pembangunan nasional. Khususnya terkait SDM pendamping yang tidak paham isu gender dan kerap tidak terkompetensi. Kalaupun ada, kerap pula kemudian di pindahkan ke tempat lain, jelas Novita Annakotta.
Belum lagi hambatan lainnya seperti budaya patriarki yang sangat kental, stereotip perempuan, peran ganda dan sebagainya. Dikotomi, wilayah domistik perempuan, wilayah publik pria. Padahal persoalan gender sangat dipengaruhi interkasi sosial dan budaya, gender sewaktu waktu dapat diubah.
"Kaukus Perempuan Parlemen untuk menjembatani hal tersebut, berdiskusi, saling menopang, dan perempuan di parlemen memiliki kesempatan besar untuk melakukan perubahan besar, terbaik, sebagai bentuk komitmen politik bagi daerah daerah," tutup Novita Annakotta, Anggota Komite IV DPD RI Propinsi Maluku.
Rangkaian talkshow ini digelar dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional bersamaan dengan Pameran Foto Perempuan Parlemen yang digelar 8-18 Maret 2021 di Selasar Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan. Menggambarkan kiprah perempuan parlemen dalam memajukan bangsa, dan ikut dalam keputusan menentukan masa depan bangsa. (*)