Ketua Komite I DPD RI: Pemberlakuan Sertifikat Tanah Elektronik Menjadi Tantangan Bagi Notaris/PPAT
Menurut Senator Fachrul Razi pekerjaan rumah besar Pertanahan diantaranya penerapan serifikat elektronik dilakukan saat pendaftaran tanah di Indonesia
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Pengurus Daerah (Pengda) Serdang Bedagai Sumut, pada Sabtu (27/03/2021) di Ballroom Hotel Arya Duta, Medan menggelar Seminar Nasional (Semnas) yang bertajuk “Perkembangan Dinamika Hukum Pertanahan dan Implikasinya Terhadap Tugas Jabatan Notaris & PPAT".
Adapun sebagai Narasumber diantaranya, Kakanwil ATR/BPN Sumatera Utara Dr.H Dadang Suhendi SH, MH, Ketua Komite I DPD RI, H. Fachul Razi, MIP, Notaris /PPAT Cipto Soenaryo, SH, M.Kn dengan Moderator Nurainun SH , M.Kn.
Salah satu pembahasan terkait peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Dalam paparannya, Dadang Suhendi mengatakan bahwa, manfaat Sertifikat Elektronik diantaranya pertama, bisa diakses via ponsel; kedua, Nomor Identifikasi Bidang (NIB) atau Single ID yang menjadi referensi seluruh kegiatan pendaftaran tanah.
Ketiga, efisiensi, pasti dan menjadi perlindungan hukum; keempat, kurangi sengketa tanah; kelima, meminimalkan biaya transaksi pertanahan; dan keenam, menaikkan nilai registering property untuk EoDB.
Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi dalam paparannya tentang Peluang dan Tantangan Digitalisasi Pendaftaran Tanah turut membahas Dasar Hukum diantaranya; PP No 24 Tahun 1997 Terkait Pendaftaran Tanah, PP No 40 Tahun 1996 Terkait HGU, HGB, dan Hak Pakai Permen Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN RI No.1 Tentang Sertifikat Elektronik.
Menurut Senator Fachrul Razi pekerjaan rumah besar pertanahan diantaranya penerapan serifikat elektronik dilakukan saat pendaftaran tanah di Indonesia belum tuntas dan masih memerlukan penyelesaian manual. Hingga tahun 2020, dari 126 juta bidang tanah hanya 82 juta bidang tanah telah didaftarkan atau 35%.
Terdapat 241 konflik pertanahan di 359 daerah dengan korban terdampak 135.332 KK dengan luas lahan 624.272 ha : Perkebunan 122 Kasus ; Kehutanan 41 kasus ; Infrastruktur 30 kasus;Property 20 kasus: pertambangan 12 Kasus ; Fasilitas Militer 11 Kasus ; Pesisir Kelautan 3 Kasus ; dan Agribisnis 2 Kasus. Sertifikat Tanah Elektronik sangat rawan dan mudah diretas (Masalah Keamanan Data).
“Sertifikat Tanah Elektronik masih belum dapat dipastikan sebagai bukti di Pengadilan. Belum ada pengaturan mengenai pendataan tanah ulayat dan tanah komunal. Belum ada jaminan mengenai keberlakuan Sertifikat EL untuk kepentingan jaminan Bank atau collateral. Kesiapan SDM di Kementerian ATR dalam melakukan Sertifikasi EL kita turut pertanyakan, dikala Pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi tidak menurunkan Konflik Pertanahan,“ lanjut Fachrul Razi.
Adapun Tantangan PPAT dalam E- Sertifikat menurut Senator Fachrul Razi, masyarakat atau pihak yang menghadap kepada Notaris/PPAT, kebanyakan mempercayakan segala kepengurusan. Padahal tugas pokok Notaris/PPAT hanya membuat Akta Otentik Saja.
“Siapa yang bertanggung jawab mengenai validasi dan data yuridis bidang tanah, jika pelaksanaan pendaftaran online oleh PPAT? Notaris/PPAT belum bisa mengakses validasi dengan instasi-Instasi terkait secara online. Banyak dokumen yang begitu mudah dapat dipalsukan, maka akan menimbulkan permasalahan dan merugikan semua pihak termasuk/PPAT,“ tutupnya. (*)