Perekonomian Masih Minus, Komite IV DPD RI Minta Penjelasan Menkeu
Komite IV DPD RI menilai pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 masih mengalami tekanan yang cukup luar biasa akibat dampak dari pandemi Covid-19.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Komite IV DPD RI menilai pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 masih mengalami tekanan yang cukup luar biasa akibat dampak dari pandemi Covid-19. Padahal, Pemerintah telah mengambil langkah-langkah kebijakan yang bersifat extraordinary untuk memitigasi dampak kesehatan, kesejahteraan masyarakat, serta kelangsungan dunia usaha.
“Hal tersebut diperparah dengan langkah pembatasan aktivitas ekonomi dan sosial yang diambil oleh Pemerintah, sehingga berhentinya sebagian besar aktivitas ekonomi,” ucap Wakil Ketua Komite IV DPD RI Novita Anakotta saat Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati secara virtual di Jakarta, Senin (21/6).
Novita menambahkan, fokus utama kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 adalah mendukung anggaran kesehatan, memperluas social safety net untuk menjaga daya beli, serta mendukung dunia usaha dan industri.
Sementara arah kebijakan fiskal yang akan dimuat dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) tahun 2022, difokuskan pada pemulihan ekonomi dan melaksanakan reformasi struktural untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
“Transformasi ekonomi juga dilakukan melalui reformasi institusional untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dan berintegritas,” tegasnya.
Di sisi lain, sambungnya, desain ekonomi makro yang dibuat pemerintah harus efektif dan terukur, sehingga bisa menaikkan iklim ekonomi yang kondusif dan menjamin postur keuangan negara yang kredibel dan akuntabel.
Sementara pada 2022 adalah waktu terakhir bagi pemerintah memanfaatkan kebijakan pelebaran defisit. “Artinya, pada 2023, defisit APBN akan kembali mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003, yakni tidak lebih dari tiga persen,” tutur senator asal Maluku itu.
Novita menambahkan pada tahun 2021 transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dialokasikan sebesar Rp795,5 triliun, meskipun alokasi ini meningkat sekitar 4,1 persen dari tahun 2020. Tetapi terdapat penyesuaian kebijakan refocusing dan penghematan penyaluran TKDD sebesar Rp94,2 triliun untuk mendukung penanganan dampak pandemi Covid-19 secara terpusat.
“Kebijakan itu berdampak penurunan pendapatan APBD yang bersumber dari TKDD. Selain itu itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga mengalami tekanan sebagai dampak dari berkurangnya aktivitas perekonomian di daerah yang diperkirakan menurun sebesar 34 persen,” ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Elviana mengatakan bahwa program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang digadang oleh Presiden Joko Widodo belum direspon oleh debitur. Alhasil, tahun ini KUR mengalami penurunan yang sangat signifikan.
“Kami mendapatkan info bahwa dana KUR menumpuk. Padahal KUR ini sangat dibutuhkan bagi usaha bagi ibu rumah tangga, ini masalahnya dimana,” paparnya.
Selain itu, Anggota Komite IV DPD RI Darmansyah Husein mengatakan bahwa pemerintah pusat harus mengoreksi kembali kendala dari dana transfer daerah. Menurutnya, kebijakan pemerintah pusat sering berubah-ubah yang mengakibatkan permasalahan dalam dana transfer daerah.
“Pusat selalu mengeluarkan peraturan yang berubah-ubah tanpa koordinasi sehingga membingungkan daerah. Ini permasalahan dari dana transfer daerah,” terangnya.
Pada kesempatan tersebut, Anggota Komite IV DPD RI Amirul Tamim berharap kebijakan terkait transfer daerah perlu diberikan satu alur yang benar-benar fokus pada permasalahan di daerah.
Selama ini, penempatan SDM pada birokrasi menjadi masalah utama, lantaran setiap ganti pimpinan daerah selalu dibarengi pergantian jabatan. “Pergantian jabatan pada birokrasi mengakibatkan terganggunya dana transfer daerah. Selalu balik ke titik nol ketika ada pergantian kepala daerah, maka daerah menjadi persoalan yang tidak bisa memberikan kinerja yang maksimal,” tuturnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan tren pemulihan perekonomian global terus berlanjut. Namun faktor-faktor risiko tetap perlu diwaspadai seperti munculnya varian baru Covid-19 yang lebih menular dan ganas.
“Indonesia harus dapat mengambil manfaat dari pemulihan global, namun tetap waspada pada risiko-risiko yang masih ada,” tuturnya.
Ia melanjutkan terkait realisasi penyaluran dana desa untuk penanganan Covid-19 (per 14 Juni 2021) secara keseluruhan, realisasi dana desa mencapai Rp24,3 triliun (33,8 persen dari pagu). Sedangkan Rp4,5 triliun di antaranya telah disalurkan kepada 33 Provinsi untuk mendukung PPKM Mikro.
“Permasalahan penyaluran dana desa, BLT Desa, dan penanganan Covid-19 salah satunya kendala pada pemerintah daerah yaitu peraturan kepala daerah mengenai rincian dana desa per desa masih proses verifikasi di Setda Provinsi. Sedangkan kendala pemerintah desa proses penyusunan dan penetapan APBDes belum selesai di tingkat desa,” kata Sri Mulyani. (*)