Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wakil Ketua DPR RI Ingatkan Pemerintah Tak Gampangkan Isu Buruh Cina di Indonesia

Isu membanjirnya buruh asing asal cina di Indonea, menurut Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon isu merupakan isu yang sensitif dan tak dapat digampangkan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah perlu hati-hati menyikapi isu membanjirnya buruh Cina di Indonesia.

Isu tersebut menjadi topik perbincangan hangat dalam satu pekan akhir, tak terkecuali ditanggapi juga oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.

Menurut Fadli, isu buruh tidak boleh digampangkan karena merupakan isu sensitif.

“Kita punya problem sejarah terkait konflik etnis yang melibatkan etnis Cina, baik pada masa kolonial maupun sesudah kemerdekaan. Itu sebabnya isu mengenai buruh asing asal Cina merupakan isu sensitif. Pemerintah tidak boleh menggampangkan isu ini menjadi semata-mata soal angka atau ekonomi," katanya dalam pernyataan persnya Senin (18/7), di Jakarta.

Isu tenaga kerja asing asal cina, lanjut Fadli, mengungkapkan 3 alasan isu ini tidak boleh digampangkan oleh pemerintah karena tak hanya menyangkut isu perburuhan semata, melainkan juga isu sosial, politik, dan keamanan.

“Pertama, dalam sejarah, kita punya pengalaman konflik etnis yang tidak menyenangkan yang kemudian menjadi luka kolektif bangsa. Kita tidak ingin soal buruh asing ini akan mengusik kembali konflik dan luka lama itu.

Kedua, sambung dia, isu mengenai buruh asing asal Cina ini muncul ketika perekonomian nasional kita tidak sedang baik-baik saja, dan angka ketimpangan ekonomi juga sedang buruk-buruknya, dimana indeks gini kita mencapai 0,45, yang merupakan angka terburuk sepanjang sejarah. Pemerintah mestinya sensitif mengenai hal ini.

" Jangan sampai pemerintah dianggap telah merampas kesempatan kerja bagi rakyatnya sendiri,” tegasnya.

BERITA REKOMENDASI

“Ketiga, RRC saat ini sedang menjadi sorotan dunia, terutama dalam persoalan konflik Laut Cina Selatan. Kita perlu menempatkan isu buruh asal Cina ini dalam konteks geopolitik dan geoekonomi juga, agar jangan sampai mengorbankan kepentingan nasional atau kepentingan strategis Indonesia,” ujar Fadli, Wakil Ketua DPR Koordinator Polkam ini.

Lebih jauh Fadli menyoroti keganjilan pernyataan pemerintah dalam menyikapi persoalan ini.

“Menteri Tenaga Kerja menyatakan jika jumlah tenaga kerja asing cenderung turun. Ini kan aneh. Padahal kita sudah masuk ASEAN Economic Community, dan apalagi sejak Juni 2015 lalu pemerintah telah membebaskan visa kunjungan dari 169 negara ke Indonesia. Pasti ada persoalan di situ. Apalagi, sebagaimana yang bisa dibaca dari berbagai berita, munculnya imigran-imigran gelap makin sering terjadi di Indonesia. Jangan sampai turunnya angka tenaga kerja asing yang dicatat oleh Kementerian Tenaga Kerja merupakan efek dari lemahnya pengawasan dan penegakkan hukum. Harus dicek benar itu,” ungkap Wakil Ketua Umum Partai GERINDRA ini

Menurut Fadli, tidak ada negara di dunia yang membuka pintunya sedemikian lebar bagi tenaga kerja asing, kecuali kualifikasinya memang tidak tersedia di dalam negeri.

“Di ASEAN saja, dalam MEA, kita punya perjanjian bahwa pekerja asing yang diperbolehkan hanya terkait delapan profesi dan itupun jabatannya spesifik dan telah ditentukan. Lha ini pemerintah tidak melakukan tindakan apapun atas ribuan buruh asal Cina yang kualifikasinya hanya buruh angkut, penggali tanah, tukang semen, atau tukang rumput,” kata Fadli dengan nada risau


“Sebagai investor, Cina hanya merupakan negara dengan investasi terbesar kesembilan saja di Indonesia. Begitu juga sebagai kreditor, kredit dari Cina hanya menempati urutan kelima, kalah oleh Singapura, Jepang, AS dan Belanda. Tapi anehnya, jumlah tenaga kerja asing kita didominasi oleh Cina, hingga 23 persen. Dari sisi politik dagang, sudah jelas Cina lebih diuntungkan daripada kita,” tambahnya

Fadli kemudian mengingatkan jika investasi asing secara konservatif mestinya bisa membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Apalagi, menurut data BPS, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia semakin meningkat.

“Saya pernah membaca jika ada sebuah pabrik yang 90 persen tenaga kerjanya berasal dari Cina. Itu kan kebijakan yang tidak benar,” tutup Fadli. (Pemberitaan DPR RI)

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas