RUU Pertembakauan Dapat Tekan Impor dan Tingkatkan Kesejahteraan Petani
Wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah mendampingi Ketua DPR Ade Komarudin menerima audiensi yang membicarakan tentang RUU Pertembakauan dalam menekan impor.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah mendampingi Ketua DPR Ade Komarudin menerima audiensi Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dan Yayasan Jantung Indonesia, Senin (18/07/2016).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Pimpinan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Emil Salim dan sejumlah delegasi dari Yayasan Jantung Indonesia.
Sementara itu Pimpinan DPR lain yang hadir yaitu Wakil Ketua DPR Agus Hermanto didampingi juga Pimpinan Baleg DPR, Pimpinan Komisi IX DPR dan Pengusul RUU Pertembakauan.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua DPR meminta RUU Pertembakauan agar mampu menekan import tembakau.
Namun, Fahri menyampaikan kekhawatiran audiensi terhadap RUU Pertembakauan yang akan membawa kepentingan Industri rokok dan merugikan petani tembakau.
“Komnas tadi menyampaikan hasil risetnya bahwa RUU ini berpeluang akan meningkatkan industri semata, membuat pasar rokok di dalam negeri semakin masif dan dikhawatirkan akan merusak generasi muda”, ungkap Fahri.
Menjawab kekhawatiran tersebut, Fahri mengatakan, “Saya mengusulkan bahwa Undang-undang ini pertama-tama harus meningkatkan kesejahteraan petani. Kedua, UU ini harus mengembangkan rokok tradisional Indonesia yaitu rokok kretek. Bukan malah mengembangkan Rokok Industri yang dibuat dengan mesin-mesin sehingga harganya murah, lalu gampang dibeli. Ketiga, UU ini harus mempersulit penjualan dan distribusi rokok di dalam negeri”.
RUU Pertembakauan memang santer menuai pro dan kontra.
Kalangan LSM dan kubu anti tembakau mengkritik rancangan undang-undang tersebut yang dianggap menguntungkan industri tembakau dan merugikan kesehatan masyarakat.
Sementara kalangan Industri rokok malah menganggap bahwa RUU tersebut bisa menyulitkan industri rokok.
Terkatung-katung selama 10 tahun, RUU Pertembakauan masuk lagi Prolegnas tahun 2016.
Menanggapi hal tersebut, Fahri menandaskan “Jika tidak disetujui nama undang-undang tersebut bisa diganti menjadi Undang-Undang Pembatasan atau Pengendalian Konsumsi Tembakau”.
“Undang-undang ini menekankan bahwa tembakau sebaiknya tidak diimpor, kepentingan petani menjadi prioritas kita”, lanjut Fahri. Hal ini karena data BPS saat ini menunjukkan bahwa Impor tembakau mencapai angka 80 % dari total tembakau yang beredar. Di hulu, DPR ingin menekan impor tersebut, agar petani bisa lebih sejahtera. Sementara di hilir, kita ingin konsumsi rokok dalam negeri dikurangi, sebab bisa merusak kesehatan masyarakat”, pungkas Fahri. (Pemberitaan DPR RI).