Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Effendi Simbolon : "Salut, Langkah Pak Sutiyoso Untuk Amnesti Perlu Diapresiasi"

Dewan Perwakilan Rakyat RI mengapresiasi Kepala BIN Sutiyoso terkait amnesty yang akan diberikan kepada pemberontak Din Minimi di Aceh.

zoom-in Effendi Simbolon :
www.dpr.go.id
Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon dalam diskusi dialektika demokrasi “Amnesty Langkah Tepat Rekonsiliasi Nasional?” bersama Deputi II BIN Marzuki Thamrin dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis di Media Center Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/8/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Langkah Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) yang akan memberikan amnesti kepada pemberontak Din Minimi di Aceh, diapresiasi oleh DPR RI. 

“Saya apresiasi langkah Pak Sutiyoso sebagai Kepala BIN untuk amnesti ini dan sebagainya yang cenderung seperti Bonek. Saya salut. Hanya saja perlu mempertimbangkan korban jiwa khususnya dari TNI, Polri, dan masyarakat yang mendukung NKRI”, kata Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon.

Dalam diskusi dialektika demokrasi “Amnesty Langkah Tepat Rekonsiliasi Nasional?” bersama Deputi II BIN Marzuki Thamrin dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis di Media Center Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/8/2016), Effendi 

Artinya, tegas Effendi Simbolon, kejahatan pemberontak yang sadis itu tetap harus diproses hukum, diganjar sesuai kejahatannya.

“Kalau semua diberi amnesti, lalu akan menjadi apa negara ini? Ini kan, karena negara ini negara kekuasaan, politik dan bukan negara hukum. Negara harus menghitung daya juang TNI, Polri dan masyarakat,” ujarnya.

Ia  minta amnesti ini jangan dijadikan komoditas politik oleh pemerintah, mengingat banyak kelompok pemberontak ini di Indonesia.

“Tak  ada yang salah dengan pemberian amnesti tersebut, tapi kenapa lama? Itu berarti Presiden Jokowi ragu untuk mengambil memutuskan. Sama dengan pemberontak di Papua, karena konsekuensi amnesty itu mengakui kesalahannya,” tambah politisi dari PDI Perjuangan ini. 

Berita Rekomendasi

Effendi pun menyatakan tidak tahu kemana arah bangsa ini. Kabinet saja katanya, daur ulang.

Padahal, yang namanya daur ulang itu tak akan lebih baik, dan sebaliknya bisa terpuruk.

“Masak lupa dengan skandal bank century?” pungkasnya mempertanyakan.

Sementara itu, Amnesti menurut Marzuki Thamrin sebagai antisipasi agar tidak banyak korban jiwa yang berjatuhan dan berapa banyak biaya untuk memburu pemberontak tersebut.

Seperti halnya Din Minimi, yang sudah empat  tahun tidak tertangkap.

“Kalau dibiarkan, berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh negara? Bahkan mereka itu selalu mengintimidasi proses Pilkada di Aceh, untuk memenangkan calon tertentu,” jelasnya.

Karena itu dia berharap amnesti ini diharapkan berdampak kepada pemberontak lain untuk menyerahkan diri kepada NKRI.

Kelompok Santoso di Palu, Sulawesi Tengah, sebanyak tiga  orang sudah menyerahkan diri.

“Semoga saja kelompok Ternaus Urif di Puncak Papua menyerahkan diri,” katanya berharap.

Yang jelas menurut Marzuki Thamrin, BIN sudah meminta berbagai pertimbangan hukum kepada konstitusi hukum seperti Mahkamah Agung, Menkumham, dan lain-lain.

Lalu, kenapa prosesnya lama? Hal itu karena proses verifikasi data dengan Polri.

Apalagi, untuk di Aceh, mereka kecewa dengan perjanjian Helshinki. Dimana ayahnya yang tewas, ibunya yang janda dan anaknya yang yatim ternyata sampai hari ini tidak menerima uang yang dijanjikan.

"Jadi, kemana uang rekonsiliasi nasional dulu itu?” katanya mempertanyakan.

Papua kata Marzuki, juga hampir sama, bahwa yang menjadi persoalan mereka itu bukan persoalan memisahkan diri dari Indonesia, melainkan masalah kesejahteraan.

“Jadi, mereka itu bukan ingin memisahkan dari NKRI, tapi karena kesejahteraan,” pungkasnya.

Sedangkan, Margarito Kamis menegaskan jika amnesti itu tidak terpengaruh dengan pertimbangan dari DPR RI.

“Apakah DPR menolak atau setuju, itu tidak berpengaruh terhadap sikap Presiden RI bahwa amnesty tetap sah. Jadi, langkah Bang Yos ketika itu sudah tepat di Aceh. Bahwa di negeri ber-Pancasila ini tidak ada kata yang lebih indah dari kata saling memaafkan,” katanya.

Amnesty, abolisi, grasi ini bukan sesuatu yang baru bagi sejarah Indonesia.

Sebab, dulu ada PRRI, Permesta dan lain-lain yang berbeda haluan politik dengan pemerintahan Bung Karno – Hatta, juga diampuni.

Mengapa? Karena amnesty itu motifnya politik. Tapi, kalau grasi baru pertimbangan hukum.

Dan, amnesty sesuai amanat konstitusi hanya untuk warga negara Indonesia. Bukan orang asing,” ujarnya. (Pemberitaan DPR RI)

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas