Ini Catatan Komisi X DPR Terhadap Gagasan Sekolah Sehari Penuh
Sejumlah Anggota Komisi X memberikan catatan terkait gagasan sekolah sehari penuh atau Full Day School (FDS) disampaikan oleh Mendikbud kepada Wapres.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy melakukan pembatalan gagasan sekolah sehari penuh atau Full Day School (FDS).
Kendati demikian, sejumlah Anggota Komisi X memberikan catatan terkait gagasan yang kabarnya sudah disampaikan oleh Mendikbud kepada Wakil Presiden.
Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah meminta pemerintah berhati-hati dalam menggagas ide sekolah sehari penuh itu, pasalnya banyak aspek yang harus diperhitungkan, terutama kesiapan guru dan infrastruktur sekolah.
“Misalnya seperti di dapil saya, masih banyak sekolah yang hanya punya bangunan kelas. Apakah memungkinkan untuk sekolah sehari penuh,” kata Ferdi seolah bertanya, dalam keterangannya baru-baru ini.
Menurut politisi F-PG itu, ketika Kemendikbud hendak menerapkan gagasan ini, harus juga ditetapkan kurikulum atau panduan yang baru untuk mengisi kegiatan siswa sampai sore hari.
Seharusnya Kemendikbud juga mempertimbangkan mengenai kegiatan anak di rumah ataupun kondisi fisik si anak.
“Banyak anak yang setelah sekolah ikut membantu keluarga, baik membantu urusan rumah tangga maupun ekonomi keluarga. Faktor kelelahan dan daya tahan tubuh siswa juga harus dipertimbangkan,” kritis Ferdi.
Selain itu, tambah politisi asal dapil Jawa Barat itu, akibat dari aktivitas sekolah sehari penuh adalah menurunnya interaksi sosial anak dengan keluarga serta teman bermain di luar sekolah.
“Jangan sampai seorang kakak tidak pernah berinteraksi dengan adiknya karena lama berada di sekolah. Pulang ke rumah, tapi adiknya sudah tidur,” imbuh Ferdi.
Dalam kesempatan sesaat sebelum Mendikbud membatalkan gagasan itu, Anggota Komisi X DPR Dwita Ria Gunadi meminta agar Kemendikbud meninjau ulang rencana tersebut mengingat kondisi sarana dan prasarana yang ada belum memadai.
“Pemerintah harus meninjau ulang karena kondisi sekolah di Indonesia terutama sekolah negeri yang ada di pedesaan belum memiliki sarana dan prasarana yang baik. Apalagi kondisinya lebih banyak guru honor yang gajinya sangat minim.” ungkap politisi F-Gerindra itu.
Menurutnya, meskipun "sepertinya" anak-anak yang sekolahnya sudah menerapkan sekolah sehari penuh, terlihat enjoy, tapi sebenarnya mereka juga tertekan.
Walaupun dari segi sarana dan prasarana sudah sangat lengkap. Mengingat, anak-anak juga membutuhkan kehidupan sosial di sekitar rumah, maupun interaksi dengan keluarga.
“Mereka akan merasa tertekan dengan berbagai aturan di sekolah, selain itu anak-anak juga membutuhkan ruang sosialisasi dengan lingkungan rumah, tidak hanya dilingkungan sekolah. Bagaimana pun, anak-anak tetap butuh peralihan suasana, Mereka juga bukan robot, sehingga tentunya membutuhkan waktu untuk istirahat,” paparnya.
Politisi asal dapil Lampung itu mendorong, jika Kemendikbud ingin menelurkan kebijakan, lebih baik melalui proses riset yang matang, bukan dari pengalaman pribadi menterinya.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR Esti Wijayati menilai, ketika Mendikbud melayangkan gagasan sekolah sehari penuh ini, tanpa melalui analisis dan kajian yang mendalam. Termasuk belum adanya persiapan yang matang.
“Persoalannya, apakah permasalahan pendidikan hanya pada murid yang kalau pulang cepat, akan menimbulkan banyak masalah. Termasuk apakah perilaku keseharian murid yang sudah tidak terlalu baik jika dibandingkan dengan dahulu, karena semata-mata karena kurangnya jam sekolah. Tentu kan tidak,” tegas Esti.
Menurut politisi F-PDI Perjuangan itu, sebaiknya sebelum gagasan sekolah sehari penuh ini dilontarkan, Mendikbud seharusnya menyampaikan dulu peta permasalahan pendidikan di Tanah Air secara utuh. Termasuk bagaimana penyelesaian dari permasalahan itu.
“Kalau bicara target kita adalah revolusi mental, dan produk dari pendidikan kita semakin baik, bukan itu jalan keluarnya. Tapi pemetaan pendidikan dulu secara menyeluruh,” tegas Esti.
Politisi asal dapil DI Yogyakarta ini khawatir, jika anak seharian penuh di sekolah, maka interaksi dengan keluarga akan sangat berkurang.
Ia mendorong, lebih baik Kemendikbud fokus pada karakter pendidikan, sehingga anak-anak ini lebih siap menjadi pemimpin Indonesia di masa mendatang. (Pemberitaan DPR RI)