Kerap Sakit, Kesehatan Penerima Bidikmisi Jadi Perhatian Panja Beasiswa Dikti dan SM3T
Panja Beasiswa Dikti dan SM3T Komisi X DPR akan merekomendasikan penambahan ruang lingkup asuransi bagi kesehatan bagi penerima beasiswa Bidikmisi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) Beasiswa Dikti dan SM3T Komisi X DPR akan merekomendasikan penambahan ruang lingkup asuransi terhadap kesehatan bagi Mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi.
Ini menjadi penting karena mahasiswa yang terganggu kesehatannya akan menghalanginya berprestasi.
“Memang ini perlu menjadi perhatian dan rekomendasi Panja terkait penambahan asuransi di bidang kesehatan untuk mahasiswa penerima Bidikmisi, karena faktor kesehatan kerap kali belum terlihat dalam proses rekrutmen,”ujar Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah usai memimpin pertemuan Panja dengan para Rektor Perguruan Tinggi di seluruh Jawa Barat, di Kampus ITB, Bandung, Jumat (16/9/2016).
Politisi F-PG itu menegaskan penambahan asuransi di bidang kesehatan bagi mahasiswa penerima Bidikmisi merupakan salah satu solusi di tengah keterlambatan penerimaan beasiswa Bidikmisi yang menjadi penyebab mahasiswa menjadi sakit.
“Sekarang ini mungkin sudah ada asuransinya. Namun perlu kita lihat jenis asuransinya itu seperti apa. Kalau memang ada hal yang belum tercover, Panja akan merekomendasi agar asuransi bisa men-cover penyakit yang menimpa mahasiswa penerima Bidikmisi,”tegasnya.
Sementara terkait rekrutmen mahasiswa penerima Bidikmisi, Ferdi menilai relatif sudah cukup bagus, karena banyak opini dari para rektor di Jabar yang mengatakan Indeks Prestasi (IP) para mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi sampai akhir masa perkuliahan cukup bagus, bahkan bisa bertahan di atas angka 3.00.
“Kan hasil IP-nya bagus, makanya kami tidak mau masalah kesehatan menghalangi prestasi belajarnya,” tutur Politisi asal dapil Jabar XI itu.
Ferdi juga menyoroti masalah penambahan satuan biaya dalam beasiswa Bidikmisi, untuk menanggulangi biaya hidup lainnya.
“Jadi soal satuan biaya juga salah satu rekomendasi Panja untuk menanggulangi hal-hal biaya hidup. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya penyakit yang berkepanjangan sehingga ada antisipasi, satu sisi menambah satuan biaya, di satu sisi menambah ruang lingkup asuransi,” jelasnya.
Kedepannya Ferdi berharap adanya pengecekan terlebih dahulu terhadap mahasiswa penerima Bidikmisi apakah memiliki penyakit kronis atau tidak, agar permasalahan-permasalahan kesehatan ini tidak menjadikan images Bidikmisi menjadi tidak baik.
Selain itu, Ferdi juga mendorong agar Pemerintah Daerah (Pemda) menambahkan anggaran penerima beasiswa Bidikmisi yang berasal dari APBN dengan APBD.
Hal ini penting untuk melengkapi kekurangan anggaran dari APBN bukan malah membuat beasiswa jenis lain.
“Anggaran dari APBN itu masih dianggap kurang makanya Pemda jangan malah membuat jenis beasiswa versi lain tapi melengkapi yang dianggap kurang ini. Sehingga apa yang dianggap satuan biaya itu kurang bisa tertutupi melalui APBD walaupun kecil,”tuturnya.
Penambahan anggaran dari APBD ini pun dijelaskan Ferdi ada dalam UU nomor 12 tahun 2012 pasal 74 tentang Pendidikan Tinggi.
Bahwa PTN wajib mencari dan menjaring calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik tetapi kurang mampu secara ekonomi dan calon mahasiswa dari daerah terluar, tertinggal paling untuk diterima paling sedikit 20 persen.
“Kuota 20 persen mahasiswa penerima Bidikmisi itu bukan harus diselesaikan melalui APBN semuanya tetapi dapat diperoleh dari APBN, APDB, Perguruan Tinggi (kalau ada usaha sendiri) dan masyarakat,”pungkasnya.
Sebagaimana diketahui Bidikmisi adalah bantuan biaya pendidikan yang hanya ditujukan untuk calon mahasiswa tidak mampu atau miskin. (Pemberitaan DPR RI)