Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi VI Adakan RDPU dengan LPJK dan GPFI Terkait Perjanjian Perdagangan Internasional

RDPU Komisi VI DPR RI dan Ketua LPJK membahas dampak perjanjian perdagangan internasional pada sektor jasa bangunan dan perdagangan alat kesehatan.

zoom-in Komisi VI Adakan RDPU dengan LPJK dan GPFI Terkait Perjanjian Perdagangan Internasional
dpr.go.id
Rapat Dengar Pendapat Umum di Ruang Sidang Komisi VI DPR, Jakarta, Selasa (11/10/2016). 

TRIBUNNEWS.COM , JAKARTA - Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI DPR RI dan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dan Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) kali ini membahas dampak perjanjian perdagangan internasional pada sektor jasa bangunan dan perdagangan alat kesehatan. 

Rapat itu dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana, dalam rapat ditanyakan tentang konsekuensi dari perjanjian internasional.

Apakah bisa berdampak buruk atau baik dalam sektor perdagangan dan layanan jasa konstruksi bagi kepentingan nasional.

Dengan mendapatkan masukan dari LPJK dan GPFI Komisi VI nantinya bisa mempertimbangkan untung rugi bagi perekonomian nasional. 

"Kami mintakan masukan terkait perjanjian-perjanjian ini yang menyangkut masalah jasa, kemudian barang perdagangan. Apakah ini akan berdampak luas atau tidak, apakah ini akan berdampak pada perusahaan farmasi di Indonesia terkait barang-barang farmasi," tanya Azam saat memimpin rapat di Ruang Sidang Komisi VI DPR, Jakarta, Selasa (11/10/2016). 

Komisi VI ingin meninjau kembali perjanjian perdagangan internasional yang tertulis dalam enam surat dari Presiden RI Joko Widodo.

Pihaknya ingin mempertimbangkan rencana tersebut dengan mendengar masukan dari LPJK dan GPFI.

Azam meminta kepada dua lembaga terkait untuk menyampaikan hal penting yang perlu diketahui Komisi VI DPR sebagai mitra dan pengawas pemerintah. Sebelum ditetapkannya aturan tentang perjanjian perdagangan internasional. 

"Oleh karena itu dalam kesempatan ini, kami mintakan tanggapan kepada pimpinan, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi nasional dan Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia atas apa yang akan dilakukan pemerintah dalam ratifikasi," papar Azam. 

Menurut Azam, dalam hal perjanjian perdagangan internasional yang menimbulkan akibat luas yang mendasar dalam kehidupan rakyat, serta terkait dengan keuangan negara, DPR memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan bahkan berwenang mengesahkan atau sebaliknya.

"Perjanjian internasional yang dapat membahayakan kepentingan nasional Dewan Perwakilan Rakyat dapat menolak atau setuju dengan perjanjian perdagangan internasional tersebut," ungkap Azam. 

Menanggapi permintaan Komisi VI, Ketua LPJK Nasional Tri Widjajanto W menyinggung tentang masuknya tenaga terampil asing, menurutnya hal itu tidak boleh, karena secara aturan yang berlaku dilarang. Untuk mengutamakan tenaga kerja lokal, guna mengurangi angka pengangguran nasional. 

"Kita tidak membutuhkan tenaga trampil masuk Indonesia, secara regulasi itu tidak diperbolehkan," ungkap Widjajanto.

Sementara itu Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Darodjatun Sanusi meminta pemerintah bersama DPR mengawasi perusahaan-perusahaan asing yang masuk ke Indonesia karena adanya perjanjian ini.

Menurutnya, banyak perusahaan asing yang ingin masuk ke Indonesia, namun hanya beroperasi lewat online.

Darodjatun menegaskan, hal ini hanya akan merepotkan negara.

"Tolong betul diperhatikan keamanan berusaha. Utamakan kepentingan untuk memperoleh kesempatan di negara sendiri. Kita ada kesempatan kemandirian di sini," kata Darodjatun. (Pemberitaan DPR RI) 

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas