Komisi IV Dorong Tim Terpadu Lakukan Tahapan Obyektif dan Transparan Bagi Provinsi Riau
Kunjungan kerja Komisi IV DPR RI di Provinsi Riau berkaitan alih fungsi kawasan hutan yang sudah diusulkan melalui perubahan tata ruang provinsi Riau.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertemuan dengan Gubernur Provinsi Riau mengawali kunjungan kerja Komisi IV DPR RI.
Menurut Wakil Ketua Komisi IV yang juga sebagai Ketua Tim Kunker, banyak hal yang terungkap, terutama berkaitan dengan alih fungsi kawasan hutan yang sudah diusulkan melalui perubahan tata ruang Provinsi Riau.
Pada waktu periode sebelumnya, sesungguhnya hal ini sudah dijalankan. Namun memang ada beberapa hal yang harus ditindaklanjuti, baik oleh pemerintah Provinsi Riau di seluruh Kabupaten Kota dan Kementerian Kehutanan dikala itu.
“Karena ada persoalan dengan Gubernur, akhirnya menyebabkan terhenti. Kami memberikan dorongan supaya dapat dimulai lagi tahapan-tahapan yang lebih transparan dan lebih obyektif. Tentu Tim terpadu (Timdu) harus mengedepankan situasi obyektif yang ada di Kepulauan Riau. Selama tahapan itu dilaksanakan dengan tahapan-tahapan yang sudah diatur didalam aturan perundang-undangan, Peraturan Menteri, dan berbagi domain antara Kementerian Kehutanan dengan Komisi IV DPR, dan juga tahapan tersebut dilaksanakan seobyektif dan setransparan mungkin, maka tentu akan bisa kita selesaikan dengan baik,” papar Herman saat mengunjungi gudang pupuk di Kabupaten Siak, baru-baru ini.
Terkait persoalan perkebunan dan perikanan, ia juga menjelaskan, bahwa hal ini juga menjadi topik persoalan yang diangkat oleh Gubernur. Pada sesi lain, Komisi IV juga mengunjungi gudang Bulog.
Di sana Herman melihat, bahwa pada prinsipnya kalau untuk masalah perawatan pergudangan, cara penyimpanan dan lain sebagainya sudah cukup baik.
“Kuantitas dan kualitas juga sudah cukup baik. Artinya bahwa Bulog sudah menata dirinya, sejak 10 tahun yang lalu, karena banyak kritik dan masalah yang terjadi. Tentu ini menjadi pengawasan lanjutan dari kami untuk memastikan bahwa beras yang merupakan stok nasional dan stabilisator melalui operasi pasar, serta beras yang juga merupakan bagian dari penugasan untuk rakyat miskin, dan dibagikan kepada 15 juta rumah tangga sasaran, secara kualitas dan kuantitas harus diterima dengan baik,” ucap politisi F-Demokrat itu.
Target dan semangat bersama antara DPR dan pemerintah tetap, lanjutnya, bahwa kita harus berdaulat, mandiri, dan pengadaan Bulog seutuhnya harus diserap dari dalam negeri.
Karena Bulog juga mengemban fungsi selain stabilisator harga dipasar, menyalurkan raskin, mendekatkan pangan kepada masyarakat, tetapi Bulog juga sebagai penstabil untuk harga ditingkat petani. Jadi sebaiknya Bulog mengadakan pengadaan dalam negeri.
Kalaupun harus impor, hal itu merupakan keterpaksaan dalam situasi-situasi tertentu yang sesuai diatur dalam UU Pangan nomor 18 tahun 2012.
“Kami juga berkunjung ke gudang pupuk, dan tentu hal ini menjadi persoalan klasik, karena pemerintah bersama DPR sepakat untuk menetapkan kuantum pupuk itu diangka 9,55 juta ton, dengan varian di 5 jenis pupuk, yakni Urea, NPK, Jet A, SP36 dan Organik. Dari kuantum tersebut jika dibandingkan dengan usulan RDKK masing-masing daerah, masih terasa timpang dan masih selisih. Karena usulannya adalah 13 juta ton. Sehingga kalau terjadi kelangkaan pada masa tanam tertentu atau serentak, maka akan menjadi persoalan. Karena RDKK yang diajukan oleh pemerintah daerah ke pemerintah pusat, jumlahnya 13 juta ton, sementara kita baru bisa memenuhi 9,55 juta ton,” jelas Herman.
Ia menyampaikan, Ini akan menjadi bahan pemikiran, apakah perlu tambah kuantum atau harus mengurangi kuantum pupuk, lalu menaikkan terhadap kuantum pupuk jenis lainnya.
Banyak persoalan yang harus didiskusikan, terutama dengan idealnya komposisi persatuan hektar, apakah akan mengikuti terhadap rekomendasi dari pupuk Indonesia dengan komposisi 532, atau hasil penelitian terbaru yang dikeluarkan oleh BaLitbang Kementerian Pertanian dimana jenis-jenis pemupukan itu harus memperhatikan unsur hara tanah.
“Kalau unsur hara tanahnya tidak bisa mengikat terhadap pupuk dan kemudian diserap oleh tumbuh-tumbuhan yang bisa mempercepat tumbuh, memperkuat batang, mempercepat pembuahan dan meningkatkan produksi pembuahan, maka unsur hara tanah harus diperhatikan. Kami menemukan beberapa fakta dilapangan, bahwa urea masih lebih tinggi daripada hasil penelitian sesungguhnya,”ujarnya.
Terkait adanya upaya khusus (upsus) untuk pajale (padi, jagung, kedele), Herman menerangkan, kalau tidak ada upsus saja masih bermasalah dengan kuantum pupuk dan jumlah pupuk yang harus tersedia, bagaimana dengan upsus yang dilakukan.
Selain mengenai komposisi spesifik lokasi yang harus tepat,dan pertimbangan terhadap upaya khusus penambahan pupuk terhadap luasan pertanaman, juga tentang bagaimana menjaga efisiensi produktifitas, agar pupuk ini tersalurkan dengan baik, efisien dan yang paling penting adalah memberikan manfaat bagi para petani.
“Kami juga masih temukan adalah masalah gudang penyimpanan pupuk yang dikelola oleh PT. BGR yang merupakan BUMN pergudangan. Disana kami melihat suasana dan kualitas gedung yang sangat tidak represntatif. Dibeberapa kunjungan kami, memang banyak gudang yang tidak representatif, sehingga kedepan hal ini harus diperhatikan, karena kualitas pergudangan juga menentukan terhadap kualitas dan kuantitas pupuk, karena pasti ada penyusutan dan lain sebagainya. PT. BGR harus memperhatikan mengenai sistem pergudangan, supaya apa yang menjadi tujuan kita dengan 5 tepat, dapat benar-benar dilaksanakan dengan baik dan bermanfaat bagi rakyat,” pungkasnya. (Pemberitaan DPR RI)