Revisi UU Polri, Habib Aboe: Perkuat Struktur Kelembagaan, Berikan Pelayanan Prima kepada Masyarakat
Revisi UU Polri memiliki tujuan utama untuk menguatkan struktur kelembagaan polri serta menaikkan layanan prima kepada masyarakat.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Sekretaris Jenderal DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboebakar Alhabsyi, memberikan tanggapan mengenai rencana revisi Undang-Undang tentang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri) yang sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Fraksi PKS, menurut pria yang akrab disapa Habib Aboe ini, sedang melakukan pendalaman terhadap rencana tersebut.
“Kita masih mempelajari urgensi perbaikan UU tersebut, utamanya dengan berbagai perkembangan yang ada di masyarakat,” ungkap Habib Aboe kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2024) sebagai respons terhadap hasil Rapat Paripurna DPR RI yang telah sepakat untuk melakukan revisi ketiga atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, dan bahkan menjadi RUU Inisiatif DPR RI.
Pendalaman yang dimaksud Habib Aboe, misalkan saja untuk nomenklatur restorative justice, yakni sebuah pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum dengan menggelar mediasi antara korban dan terdakwa, dan kadang-kadang juga melibatkan para perwakilan masyarakat secara umum, yang selama ini belum diatur dalam UU Polri.
“Padahal di lapangan prosedur ini sudah dijalankan. Selama ini digunakan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021, sebagai dasar hukum pelaksanaan restorative justice,” jelas Anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Selatan (Kalsel) I ini.
Baca juga: DPR RI Dorong Partisipasi Aktif Parlemen Dunia Atasi Isu Air
Sepertinya, kata Habib Aboe, memang layak jika nomenklatur ini nanti dimasukkan dalam UU Polri, sebagai salah satu kewenangan dalam proses penyelesaian persoalan pidana. Tentunya, komisi hukum DPR RI juga perlu mendalami bagaimana batasan dan ketentuan skim restorative justice tersebut bisa dijalankan.
"Isu lain yang sedang kita dalami adalah soal batas usia anggota Polri. Saat ini batas usia yang ditentukan ada 58 tahun, namun terdapat beberapa usulan untuk memperpanjang usia tersebut,” sebutnya seraya menambahkan agar usulan perpanjangan ini perlu ditelaah lebih lanjut, jangan sampai perpanjangan usia pensiun akan dapat mengganggu bahkan merusak merit sistem yang ada di Polri.
Habib Aboe mengingatkan bahwa pada tahun 2022, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melaporkan adanya 700 personel berpangkat Kombes (Komisaris Besar) dan 100 personel berpangkat Brigjen (Brigadir Jenderal) yang berstatus non-job. Situasi semacam ini perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menganalisis dan memutuskan batas usia pensiun dalam UU Polri.
“Kita menginginkan adanya revisi UU Polri ini memiliki tujuan utama untuk menguatkan struktur kelembagaan polri. Sehingga akan mampu menaikkan layanan prima kepada masyarakat," ujar Habib Aboe. (*)
Baca juga: Ketua Fraksi PKS DPR RI Berharap Spanyol Terus Prakarsai Upaya Perdamaian Palestina