Adu Tangis hingga Pelukan Romantis Dani dan Rusnayah, Jemaah Haji Lampung Usai Terpisah 4 Hari
Dengan mata basah, Rusnayah kemudian mencium tangan lalu pipi Dani. Mereka saling peluk sesaat, lalu sama-sama meneteskan air mata
Penulis: Anita K Wardhani
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Anita K Wardhani dari Arab Saudi
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Adu suara tangis terdengar dari pasangan jemaah haji Danidin Abastin (66) dan Rusnayah saat kembali bertemu usai keduanya terpisah selama 4 hari.
Suasana haru langsung terasa saat pasangan jemaah haji asal Lampung ini bertemu.
Ekspreesi kerinduan mereka tanpa kata. Mulanya mereka hanya saling tatap tanpa berucap.
Dengan mata basah, Rusnayah kemudian mencium tangan lalu pipi Dani. Mereka saling peluk sesaat, lalu sama-sama meneteskan air mata diringi suara lirih.
Baca juga: Jaga Kelembaban Kulit, Dokter Anjurkan Jemaah Haji Bawa Skincare Ini
Sonta aura keharuan ini menular ke orang-orang sekitar yaitu jemaah yang tinggal bersama di Makkah, sebagian ikut menangis, yang lain meneriakkan namanya.
Mengapa Dani dan Rusnayah bisa terpisah?
Sejak empat hari yang lalu, mereka sebenarnya sudah mengambil Miqot atau niat umrah. Namun, Dani dan empat orang lainnya tak bisa langsung menunaikan umrah wajib karena uzur.
Para jemaah ini terpisah dari rombongan ketika masih di Madinah.
Sejak itu pula, Dani tak bertemu dengan sang istri, Rusnayah (64). Ia belum pula berhubungan langsung dengan pujaan hatinya itu.
Yang ia dengar, sang istri sedang sakit karena memikirkannya dan kini berada di salah satu hotel di Makkah.
Setelah rampung menunaikan umrah, Dani pun menuju hotel. Setibanya di lobi, dia terus menanyakan keberadaan sang istri.
Sebelumnya, Dani dan empat orang lainnya tiba di kantor Daerah Kerja Haji Indonesia di Makkah sudah lengkap memakai ihram.
Ketika berbincang dengan tim Media Center Haji (MCH) 2024, Dani tak banyak mengeekspresikan soal kegelisahannya terpisah dengan sang belahan jiwa istrinya tercinta itu.
Ia adalah gambaran pria Lampung yang tangguh, pandai menyimpan resahnya.
Selama berbincang, Dani justru lebih banyak berkisah tentang masa mudanya.
"Saya dulu pernah ditawarin jadi Camat sama senior saya. Senior saya di APDN dulu wakil bupati Way Kanan di Lampung. Saya gak mau, saya pilih jadi Satpol PP saja," katanya.
Pria dua anak ini juga nyaris tak mengeluh soal mengapa ia akhirnya terpisah dari rombongan. Dani lebih pusing karena kehabisan rokok.
"Saya ini tak bawa apa-apa. Ini rokok tinggal dua bungkus, itu juga dikasih orang," katanya.
Segera setelah kopi dan rokoknya habis, beberapa anggota Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), termasuk jurnalis dari Media Center Haji, memintanya masuk mobil untuk berangkat umrah wajib ke Masjidil Haram.
"Sudah siap. Pokoknya sudah kopi, sudah rokok. Sarapan juga tadi sudah dikasih petugas (PPIH)," jawabnya.
Di mobil, ponsel jadulnya tak berhenti berdering. Telepon dari kerabat di Lampung bergantian masuk.
Dani memang baru bisa terhubung dengan keluarga karena ponselnya habis baterai.
Untungnya, di kantor Daerah Kerja Makkah ia dibantu oleh petugas untuk mengisi ulang daya.
"Ah tidak apa-apa aku. Ini sudah diantar sama jurnalis. Mau ke Ka'bah. Masuk tivi nanti aku," ujarnya menjawab pertanyaan anaknya di ujung telepon.
Setengah jam berlalu, mobil yang membawa Dani tiba di terminal Ajyad, Makkah. Setapak turun dari mobil, Dani langsung melempar pertanyaan. "Mana Ka'bahnya?" ujarnya.
Rasa penasaran Dani membuat langkahnya menuju Masjidil Haram menjadi ringan.
Padahal, jarak dari terminal menuju ke Masjidil Haram lebih dari 500 meter.
Belum lagi, suhu di Makkah sedang tinggi-tingginya, 41 derajat celcius. Sepanjang perjalanan ke Ka'bah, ia bercerita tentang keinginannya berhaji. Dani mengaku sudah menantikan momen ini selama 12 tahun.
Menyisihkan pendapatannya demi bisa berangkat bareng dengan istri.
Raut muka gembira sekaligus haru terpancar dari wajahnya saat pertama kali melihat Ka'bah. Dipandu petugas haji dari layanan bimbingan ibadah, Dani mantap melangkah untuk menuaikan Thawaf.
Tiga putaran pertama ia jalani dengan khusyu. Dani marapal doa-doa sepanjang lingkaran Mataf atau tempat Thawaf.
Namun, pada putaran keempat ia terlihat mulai gusar. Tapi lagi-lagi ia tak mau bercerita. Dani memilih fokus merampungkan putaran yang tersisa.
Usai rehat sejenak, Dani dan rombongan lain bergegas menuju, Mas'a atau tempat Sa'i.
Namun, pegal mulai menghinggapi kaki tuanya. Dani memilih Sa'i dengan layanan kursi roda. Tujuh kali ia mondar mandir di dari bukit Shafa ke bukit Marwah. Setelahnya ia tunaikan salat dzuhur. Usai salat, raut muka gelisah tak bisa lagi ia sembunyikan. Beberapa kali ia mencoba menelepon kerabatnya namun tak satupun tersambung.
Ia kemudian menyerah, meminta bantuan kepada petugas haji yang mendampinginya.
''Carikan nomor Wahyudi, orang KBIH. Saya ingin telepon istri saya. Istri saya tak bawa HP,'' ujarnya sambil memberikan ponsel miliknya kepada petugas. ''Atau ini anak saya, Citra. HP saya tak bisa buat telepon,'' imbuhnya.
Melalui ponsel petugas haji, Dani pun mengabarkan kepada sang anak bahwa ia sudah selesai melakukan umrah wajib.
Tapi Dani belum lega. Ia kembali meminta petugas untuk menghubungkannya dengan Wayudi.
Baca juga: Jemaah Lansia Sebaiknya Manfaatkan Rukhsah Saat Ibadah Haji
Dari Wahyudi inilah petugas mendapat nomor telepon Surpiyatno, jemaah lain yang sedang bersama Rusnayah.
Di sinilah baru terlihat Dani ternyata sangat gusar, rasa rindunya benar-benar tak bisa ditutupi.
Tangisnya langsung pecah saat pertama mendengar suara sang istri. Ia tersedu sambil menyeka air mata menggunakan kain ihram.
Suaranya tercekat saat mengabarkan kepada Rusnayah tentang kondisinya. Ia lalu balik bertanya tentang kabar sang istri. Percakapan mereka tak lama, tapi cukup membuat haru.
Sembari mengelap sisa air mata, Dani lalu bercerita tentang betapa Rusnayah adalah sosok perempuan yang begitu ia cintai. Kesan gagah sebelum berangkat umrah, runtuh di bukit Shafa.
Baca juga: Kemenag Luncurkan Aplikasi Kawal Haji, Ini Manfaatnya Bagi Jemaah dan Petugas Haji
Dani lalu bercerita tentang awal mula pertemuannya dengan Rusnayah. Mereka pertama bersua dalam sebuah kesempatan di tahun 1983.
Kala itu, Dani baru saja diterima sebagai salah satu petugas Satpol PP di Kecamatan Bukit Kemuning, Kabupaten Lampung Utara. Sementara Rusnayah adalah guru di tempat yang sama.
Cinta mereka sederhana. Hanya butuh dua tahun bagi Dani meminang gadis pujaan hatinya itu.
Kini, setelah 39 tahun membina rumah tangga, Dani sampai pada satu titik kesimpulan.
''Kalau sudah pensiun itu kaya orang gak berguna. Apa-apa sekarang semua demi istri. Jadi makin sayang sama istri kalau sudah pensiun gini. Kamu nanti akan merasakan sendiri," ujarnya, memberi pesan.