Nasib Ketua DPRD Rembang Usai Terjerat Pelanggaran Visa di Arab, Hadapi Sidang, Terancam Hukuman Ini
Ketua DPRD Rembang Supadi bin Taslim Rawi (STR) kini menanti nasibnya usai terjerat kasus hukum di Arab Saudi. Ia berhaji dengan visa ziarah.
Penulis: Anita K Wardhani
Nasib Ketua DPRD Rembang Usai Terjerat Pelanggaran Visa di Arab, Hadapi Sidang, Terancam Hukuman Ini
TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Ketua DPRD Rembang Supadi bin Taslim Rawi (STR) kini menanti nasibnya usai terjerat kasus hukum di Arab Saudi.
Supadi terjerat kasus dugaan pelanggaran aturan keimigrasian terkait haji. Ia diduga memakai visa ziarah untuk berhaji yang dilarang oleh Otoritas Arab Saudi.
Baca juga: Ketua DPRD Rembang Ditahan di Arab Saudi Akibat Langgar Imigrasi, Kemenag: Mereka Keras soal Aturan
Bagaimana nasib sang legislator setelah diduga terjerat kasus visa haji ilegal?
Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini bakal menjalani sidang lanjutan ketiga di Arab Saudi.
Sidang ini akan menentukan nasib Supadi.
Ancaman Hukuman untuk Pemakai Visa Haji Ilegal
Apakah ancaman hukuman yang akan dihadapi Supadi jika terbukti bersalah menyalahgunakan visa ziarah untuk berhaji?
Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Jeddah, Yusron B. Ambary mengatakan ancaman hukuman jemaah haji haji yang memakai visa non haji bisa denda hingga deportasi.
Baca juga: Misteri Hilangnya Ketua DPRD Rembang Usai Berhaji, Nama Tak Terdaftar, Benarkah Pakai Visa Ilegal?
Dendanya bagi pemegang visa non haji adalah 10.000 SAR atau setara Rp45 juta.
"Ancaman hukuman jemaah haji haji yang memakai visa non haji adalah denda s.d. SAR 10.000 juga deportasi," kata Yusron B Ambary melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com.
Sementara untuk penyelenggara jemaah haji non visa haji, akan kena hukuman penjara hingga 6 bulan lamanya dan denda.
"Untuk penyelenggara yang mengajak jemaah haji memakai visa non haji maka ancaman hukumannya penjara sampai dengan 6 bulan, juga denda hingga 50.000 SAR, deportasi," kata Yusron.
Menurut Yusron, hukuman ini akan berlipat ganda sesuai jemaah yang diajaknya memakai visa non haji.
Arab Saudi keras Terapkan Izin Haji Resmi
Terpisah, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief mengatakan Supadi sudah mendapatkan pendampingan hukum dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah.
"Dapat info memang sedang mengalami proses hukum di sana. Saya komunikasi dengan pak Konjen sudah didampingi oleh kuasa hukumnya," ujar Hilman dalam Coffee Morning: Sukses haji 2024 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (15/7/2023).
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, kata Hilman, sudah cukup lembut kepada jemaah yang melanggar jika menggunakan visa ziarah untuk berhaji.
Meski begitu, Hilman mengatakan Pemerintah Arab Saudi sangat keras dalam penindakan pemalsuan dokumen.
"Ini maksudnya tadi Saudi itu Alhamdulillah kepada jemaah lebih soft. Jadi jika jemaah hanya visa ziarah hanya dibawa ke Jeddah saja keluar dari Makkah," ucap Hilman.
"Tapi kalau para koordinator yang terlibat dll dalam pemalsuan dokumen ini mereka sangat keras. Kalau terbukti memalsukan, nah ini di proses hukum," tambah Hilman.
Lantas, apakah Supadi tak bisa dibela karena mengingat Supadi ditangkap sebelum puncak haji?
Dalam catatan Tribunnews.com, Supadi diketahui tertangkap pada 9 Juni 2024. Sementara puncak haji dilakukan sejak 15 Juni 2024 yang ditandai dengan Wukuf di Arafah.
Menjawab pertanyaan ini, Yusron menegaskan aturan ini berlaku umum, mengingat pemerintah Arab Saudi dengan ketat menerapkan izin (tasreh) haji hanyalah dengan visa haji resmi, selain itu seperti visa ziarah dianggap ilegal dan menyalahii aturan.
"Ini berlaku umum sebagaimana pernah diumumkan oleh Pemerintah Saudi sebelum pelaksanaan Ibadah haji, haji wajib tasreh resmi," kata Yusron.
Nama Ketua DPRD Rembang Tak Ada di Daftar Jemaah Haji Resmi Kemenag
Semakin banyak jemaah yang ikut, maka si penyelenggara bersiap terancam hukuman lebih berat.
Supadi sebelumnya dikabarkan hilang usai cuti haji bak ditelan bumi.
Supadi sebelumnya sempat dilaporkan hilang karena tidak tercatat sebagai jamaah haji maupun petugas haji meski pergi ke Tanah Suci.
Ia awalnya mengajukan cuti 31 Mei hingga 25 Juni 2024 dengan keperluan naik haji.
Namun, Supadi tidak kunjung kembali di saat jamaah haji lainnya sudah mulai pulang ke Tanah Air.
Dikutip dari TribunJateng.com, Supadi hilang kontak dengan rekan-rekannya sejak sejak 9 Juni 2024.
Nomornya sudah tidak aktif saat dihubungi semenjak hari itu.
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Rembang, Moh Mukson dalam kesempatannya membenarkan nama Supadi tidak tercatat dalam data Kemenag.
"Proses haji itu, kan, dimulai dari awal ketika mendapatkan porsi kalau itu haji reguler. Kalau sebagai petugas, juga ada prosesnya dan menggunakan visa haji."
"Sedangkan beliau tidak terdaftar. Maka kami sejujurnya tidak tahu informasi tentang beliau, sehingga tidak bisa menyampaikan pernyataan terkait kondisi beliau," papar Mukson, dikutip dari TribunJateng.com.
Kementerian Luar Negeri Dampingi Sidang Supadi
Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI) dan Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah siap memberikan pendampingan hukum kepada yang bersangkutan.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Judha Nugraha mengatakan, sidang lanjutan ketiga akan berlangsung dalam waktu dekat dengan agenda pemaparan alat bukti.
"Kemlu dan KJRI Jeddah akan terus lakukan pendampingan hukum," tutur Judha kepada wartawan, Sabtu (13/7/2024).
Sebelumnya, Supardi dan 4 orang warga negara Indonesia (WNI) lainnya telah menjalani sidang pertama pada 4 Juli 2024 dengan agenda dakwaan Jaksa.
Adapun sidang kedua pada 10 Juli lalu dengan agenda pembelaan dari Pengacara KJRI Jeddah dan Pengacara Terdakwa STR dan JSA.
Judha menuturkan, Kemlu dan KJRI Jeddah melakukan langkah pelindungan untuk memastikan pemenuhan hak para WNI.
Seperti melakukan komunikasi dengan para WNI untuk mendapatkan kronologi, melakukan koordinasi dengan Pihak Kepolisian Saudi, melakukan koordinasi dengan Pihak Kejaksaan Saudi, melakukan koordinasi dengan Pengadian Pidana.
Kemudian, menunjuk Pengacara (Attibyan Law Firm) dan menyiapkan pembelaan, menghadiri dan pendampingan persidangan, menyampaikan update perkembangan kasus kpd pihak keluarga.
Serta berkoordinasi dengan pihak DPRD Rembang.
Kasus ini bermula saat KJRI Jeddah pada 21 Juni 2024 mendapatkan laporan dari WNI adanya penangkapan lima WNI atas dugaan pelanggaraan keimigrasian terkait haji.
Atas laporan itu, di hari yang sama, Tim KJRI lakukan koordinasi dengan Kepolisian setempat.
Dari hasil koordinasi itu didapati informasi bahwa pada 9 Juni 2024, terjadi penangkapan atas lima WNI di Wilayah Mekkah Arab Saudi.
Kelima WNI itu dengan inisial STR, JSA, ALD, MII, dan MPN.
Kelimanya sempat ditahan di Kepolisian Jarwal dan kemudian dipindahkan ke Rudenim Syumaysi.
Kelimanya ditahan dengan beberapa barang bukti berupa uang sebesar SAR 95.000, printer, dan kartu tanda pengenal.
Penyalahgunaan Visa jadi salah satu Fokus Pansus Hak Angket Haji
Anggota Pansus angket Haji 2024 sekaligus politikus fraksi PKS Wisnu Wijaya menyatakan, persoalan terkait penggunaan visa di momen haji 2024 kemarin akan menjadi salah satu fokus bahasan Pansus Haji dalam menelusuri seluruh permasalahan pelaksanaan ibadah haji.
Kata Wisnu, persoalan tersebut dilandasi karena adanya kelalaian dari pemerintah dalam menangani melonjaknya jemaah haji Indonesia.
"Terkait kelalaian pemerintah menanggulangi membludaknya jemaah yang tidak menggunakan visa haji resmi pada musim haji," kata Wisnu saat dikonfirmasi awak media, Senin (15/7/2024).
Akibat dari persoalan itu kata Wisnu, timbul setumpuk permasalahan bagi jemaah haji, termasuk pelanggaran hukum.
Bahkan kekinian, terdapat pejabat publik dalam hal ini Ketua DPRD Rembang yang ditahan oleh Pemerintahan Arab Saudi karena visa yang digunakan untuk haji bermasalah.
"Sehingga hal itu menimbulkan banyak masalah baik dari sisi perlindungan hukum maupun kualitas layanan bagi jemaah haji resmi," kata dia.
Tak hanya persoalan tersebut, Wisnu juga menyatakan, persoalan adanya indikasi pelanggaran UU nomor 8 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah juga menjadi fokus pada fraksi di DPR RI khususnya Pansus.
Sebab kata dia, dalam persoalan tersebut ada dugaan pelanggaran terhadap pengalihan kuota haji tambahan yang melanggar Keppres.
"Soal indikasi pelanggaran UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah terkait pengalihan kuota haji tambahan yang tidak sesuai dengan ketentuan UU dan Keppres BPIH 1445H/2024M," kata dia.
Terakhir, yang menjadi fokus kata Wisnu juga soal permasalahan fasilitas akomodasi yang diterima oleh jemaah haji.
Adapun fasilitas itu di antaranya terkait penerbangan hingga tempat bermalam yang menurut pansus masih jauh dari standar dengan biaya haji yang cukup tinggi.
"Masalah transportasi, pemondokan, penerbangan serta berbagai layanan terhadap jemaah haji reguler maupun khusus yang dinilai jauh dari standar kelayakan," ujar dia.
Sehingga menurut Wisnu, ketiga masalah yang menjadi fokus Pansus itu dinilai penting untuk dilakukan investigasi secara serius.
Meski demikian kata Wisnu, hingga hari ini Pansus belum juga menggelar rapat pertama termasuk penetapan pimpinan.
(Tribunnews.com/Anita K Wardhani/Fahdi Fahlevi/Rizki Sandi Saputra)