Uang Saku Kurang, Mahasiswi Jepang Terlibat Dunia Remang-remang
Majalah Shukan Gendai, Selasa(9/4/2013), menuliskan bahwa dari penelitian yang dilakukan kepada para mahasiswa
Editor: Widiyabuana Slay
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang
TRIBUNNEWS.COM - Majalah Shukan Gendai, Selasa(9/4/2013), menuliskan bahwa dari penelitian yang dilakukan kepada para mahasiswa Jepang saat ini, setelah uang masuknya dipotong dengan uang sewa kos, dan lainnya, maka uang di tangan berlebih rata-rata hanya ada 923 yen atau sekitar Rp 89 ribu per hari untuk belanja makanan supaya bisa hidup (kurs Rp 97 per yen). Untuk pertama kali dalam sejarah angka ini di bawah 1.000 yen (Rp 97 ribu) per hari. Demikian dikutip Tribunnews.com, Rabu (10/04/2013).
Tahun lalu antara Mei-Juli 2012, survei serupa dilakukan oleh Japan Federation of Private University Teachers’ and Employees’ Unions (JFPU) cabang Tokyo, yang menganalisa terhadap 5.400 mahasiswa Jepang, dan ternyata hasilnya cukup mengejutkan. Uang bulanan mahasiswa Jepang per bulan rata-rata sekitar 89.500 yen (Rp 8,7 juta), angka yang terendah sejak tahun 1986.
Dengan pasar modal yang terpengaruh Abenomics, nilai yen yang jatuh terhadap dolar AS dan inflasi harga konsumen yang semakin tinggi, membuat barang kebutuhan sehari-hari semakin mahal, diperkirakan anggaran keluarga Jepang akan semakin kecil, semakin tertekan. Dampak lebih lanjut, anak-anak mahasiswa akan semakin tertekan untuk semakin banyak melakukan pekerjaan paruh waktu supaya bisa dapat uang tambahan dan supaya bisa hidup dengan baik.
Jumlah uang paling banyak diterima memang paling malam sampai pagi. Berarti semakin banyak mereka masuk ke dunia malam atau pun dunia hitam, termasuk ke industri seks.
Hal ini dibenarkan seorang wartawan Jepang dunia malam, Yukio Murakami, "Tampaknya akan semakin banyak mahasiswa yang akan bekerja sebagai deri-heru (delivery health atau wanita panggilan), atau bekerja di tempat pijat yang erotis agar bisa dapat tambahan masukan uang lebih banyak lagi," tekannya.
Apabila wanita tak mau menjual diri maka dia akan terlibat dalam kelompok "haru uri" atau "sells spring" yang artinya, dia harus memperkenalkan kepada temannya yang wanita lain yang mau bekerja demikian, lalu dapat komisi. Dengan demikian wanita itu akan membentuk satu kelompok PSK dengan wanita itu seolah sebagai koordinatornya.
Tarif bermain wanita macam-macam. Umumnya sekitar 20.000 yen (Rp 1,9 juta) untuk sekali bermain seks sekitar satu jam. Hal itu bagi mereka dianggap sebagai kerja, penyedia seks, sehingga tidak menggunakan perasaan atau pun tak merasa menyesali diri, tapi sama seperti bekerja biasa di toko atau perkantoran. Itulah perasaan yang ada.
Mereka bekerja biasanya dengan nama sebagai "companions" atau pendamping, untuk menemani lelaki ke karaoke dan sebagainya lalu berakhir seks. Umumnya untuk Pendamping dikenakan sekitar 10.000 yen (Rp 973 ribu) per jam. Itu tanpa seks dan marketing kerja ini biasanya lewat internet. Booking juga di internet. Tentu semua bahasa Jepang karena memang untuk di dalam negeri Jepang saja.
Meskipun demikian ada pula pekerjaan yang dilakukan ke luar Jepang dengan bayaran tentu mahal termasuk tiket hotel dan sebagainya. Satu di antaranya adalah pemanggilan ke Bali dengan wanita yang cantik. Tribunnews.com sendiri sempat menemui wanita seperti ini dan bicara terus terang pekerjaannya tersebut saat perjalanan dari Bali ke Tokyo beberapa tahun lalu, "Yang penting adalah bisa bahasa Jepang karena saya sama sekali tak bisa bahasa lain selain bahasa Jepang," tekannya. Tentu juga uang pastinya sangat penting.
Cara kerja paruh waktu lain yang semakin banyak dilakukan mahasiswa Jepang adalah "sexy izakaya" dengan penghasilan 2.000 yen per jam (Rp 194 ribu). Lali-laki datang ke klub wanita itu lalu tamu laki-laki melihat wanita (mahawiswa yang kerja itu) melakukan masturbasi. Tak boleh ada sentuhan apa pun. Sebaliknya, kalau lelaki mau onani, alat vitalnya dipegangi wanita, tangan lelaki tak boleh menyentuh wanita, maka bayar 4.000 yen (Rp 389 ribu) per jam.
Ada pula "soft dating" dengan biaya 10.000 yen per jam. Hanya pegang tangan wanita saja tak boleh yang lainnya, sambil wanita menemani lelaki.
Sebagai model telanjang seorang wanita bisa dapat 20.000 yen selama 3 jam diabadikan sebagai model telanjang.
Sebagai model seksi dengan pakaian seperti baju malam tembus pandang atau yang renda-renda, maka dia bisa dapat antara 3.000 yen (Rp 2,9 juta) - 5.000 yen (Rp 489 ribu) per jam. Tak ada sentuhan hanya sebagai model foto saja.
Semua kegiatan terkait wanita ini saat ini mulai dikoordinasikan oleh yakuza pula yang spesialis bidang tersebut. Kita sendiri akan aman-aman saja, yang penting membayar sesuai tarif dan mengetahui terlebih dulu berapa yang harus dibayar. Apabila main masuk dan tak tahu tarif, biasanya akan terkena Bottakuri, tahu-tahu tagihan membengkak. Mau tak mau kita harus membayar karena kesalahan kita tak mengetahui dan tak tanya dulu berapa biayanya. Apabila kita tak mau bayar, urusannya dengan yakuza dengan dampak paling jelek, kemungkinan bisa dibunuh karena kesombongan dan kebandelan, serta penolakan kita.
Info lengkap bacalah www.yakuza.in