Cara Licik Anggota Yakuza Menipu Korbannya Lewat Telepon
Markas mafia Jepang - Yakuza - terutama untuk penipuan lewat telepon, biasa dijuluki Oleole Sagi,
Editor: Widiyabuana Slay
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo, dari Tokyo Jepang
TRIBUNNEWS.COM - Markas mafia Jepang - Yakuza - terutama untuk penipuan lewat telepon, biasa dijuluki Oleole Sagi, ternyata pindah ke China untuk menghindari kepolisian Jepang. Apabila terdeteksi nomor telepon dan jaringan ke jaringan di China, maka polisi Jepang tak bisa berbuat apa-apa kecuali minta bantuan kepolisian China. Sementara kepolisian China juga tampaknya pusing juga dengan cara penipuan lewat telpon yang dilakukan dari China.
Demikian ungkap Kenji Ogata, wartawan Asahi dalam tulisan 14 Januari lalu. Menurutnya, tahun lalu jumlah kerugian hasil Oleole Sagi ini mencapai 42,5 miliar yen per November 2013. Jumlah ini melampaui tahun 2012 dan tertinggi dalam sejarah kriminal Oleole Sagi di Jepang. Tahun 2012 kerugian mencapai 36,4 miliar yen, berarti menunjukkan peningkatan jumlah kerugian.
Seorang polisi yang menangani kasus Oleole Sagi hanya mengatakan, "Karena kita belum dapat menangkap pelaku utama penipuan ini, maka kita belum dapat menekan jumlah kerugian yang terjadi tersebut," paparnya.
Seorang anggota Yakuza yang pindah dari Jepang ke Provinsi Fujian China, sebelah Tenggara China, mengungkapkan banyak hal mengenai kelompok penipu Yakuza ini yang bergerak dari China untuk menipu warga Jepang di Jepang.
Para anggota Yakuza di China benar-benar bekerja keras untuk menjalankan operasinya, menipu dari China, menelepon ke Jepang. Bahkan sampai mereka kesulitan ke luar dan kalau ke luar dilarang bicara bahasa Jepang serta berbagai ketentuan lain agar usaha jahatnya ini tak dicurigai masyarakat. Bahkan kalau ke luar, makan, harus di restoran tertentu yang sudah diberitahukan sebelumnya.
Seorang penipu yang bekerja untuk proyek Oleole Sagi ini bisa mendapatkan dua juta yen per hari apabila berhasil menipu orang Jepang dari sebuah kondominium tingkat tinggi yang bagus di provinsi Fujian tersebut.
Mereka bekerja dilakukan oleh sedikitnya 10 anggota Yakuza Jepang mulai tahun 2013. Beda jam hanya satu jam antara Fujian dan Jepang. Kerjanya menelepon warga Jepang antara pukul 8.30 sampai dengan pukul 14.30 waktu Jepang, sebelum lembaga keuangan Jepang tutup, karena targetnya adalah ambil uang dan atau transfer uang di bank yang tutup tellernya pada pukul 15.00 waktu Jepang.
Para penipu juga menggunakan IP phone yang relatif murah dan sulit dideteksi karena menggunakan internet biasa disebut telepon internet.
Mereka mendapat daftar para orangtua lanjut usia yang hidup sendiri dan di klasifikasikan tinggal berdasarkan wilayah tinggal.
Tiga atau empat orang penipu menelepon satu target dengan posisi (jabatan) berbeda-beda. Misalnya satu orang pura-pura menjadi polisi. Orang lain pura-pura sebagai pejabat asosiasi perbankan Jepang. Satu orang lagi pura-pura sebagai penasehat hukum atau pengacara.
Tentu saja semua memerankan fungsi dengan sangat profesional sehingga warga Jepang terutama orangtua Jepang itu tertipu dan bergerak menuju bank mengambil uang untuk ditransfer atau diserahkan kepada orang yang ditunjuk si penipu.
Apabila korban sudah bisa dikendalikan, maka yang pura-pura sebagai orang bank akan menelepon dan mengatakan, "Ada stafnya dari bank akan mengambil uang dan jangan tutup telepon ini sampai staf saya dari bank datang," papar penipu yang berpura-pura sebagai pejabat bank.
Telepon sengaja tidak boleh ditutup atau diputus untuk menghindarkan korban menelpon polisi atau menghindarkan korban mengecek ke pihak lain kebenaran telepon tersebut. Setelah staf (palsu) datang dan uang diterima, serta pulang, barulah telepon ditutup dan uang hilang dibawa penipu.