Pemilu Thailand Mencekam: Kelompok Oposisi Blokade Sejumlah TPS
Di wilayah selatan Thailand, pengunjuk rasa menghalangi kantor pos mendistribusikan kertas dan kotak suara ke TPS-TPS di 42 daerah pemilihan.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK - Tempat-tempat pemungutan suara di seluruh Thailand, Minggu (2/2/2014), tetap dibuka meski kelompok oposisi masih mengancam untuk menggagalkan pesta demokrasi tersebut di sebagian wilayah negeri itu.
Pemilihan umum dipercepat penyelenggaraannya setelah PM Yingluck Shinawatra gagal menghentikan aksi unjuk rasa anti-pemerintah yang sudah berlangsung tiga bulan.
Kelompok anti-pemerintah sebenarnya menginginkan pemilu diundur minimal selama setahun, sehingga sebuah "dewan rakyat" bisa mengimplementasikan sebuah reformasi untuk menghilangkan pengaruh kakak Yingluck, Thaksin Shinawatra.
Akibat aksi boikot dan pemblokiran yang dilakukan kelompok anti-pemerintah pemungutan suara tidak dapat dilakukan di 45 dari 375 daerah pemilihan di Thailand.
Di wilayah selatan negeri itu, pengunjuk rasa menghalangi kantor pos mendistribusikan kertas dan kotak suara ke TPS-TPS di 42 daerah pemilihan. Demikian dijelaskan sekretaris jendera komisi pemilu, Puchong Nutrawong.
Di Bangkok, setidaknya tiga daerah pemilihan tak bisa menggelar pemungutan suara , termasuk di Lak Si, lokasi baku tembak antara kelompok pro dan anti-pemerintah pada Sabtu (1/2/2014), yang mengakibatkan tujuh orang terluka. Namun, di wilayah lain ibu kota, pemilu bisa digelar tanpa gangguan kelompok oposisi yang menduduki persimpangan-persimpangan penting di ibu kota Thailand itu.
PM Yingluck ada di antara pemberi suara pertama yang datang ke TPS. Di hadapan media, Yingluck memasukkan surat suara ke dalam kotak yang telah disediakan. Di TPS lain di kawasan bersejarah kota itu, warga terlihat membanjiri TPS diawasi sejumlah petugas kepolisian.
Kekerasan politik yang mengawali pemilu Thailand ini merupakan yang terburuk di negeri itu sejak 2010, ketika pendukung pro-Thaksin atau kerap disebut "Kaus Merah" terlibat bentrok dengan militer yang mengakibatkan 90 orang tewas dan 1.900 orang lainnya terluka.
Pemilu kali ini diboikot Partai Demokrat, yang sudah selama dua dekade tidak pernah mendapatkan mayoritas suara dalam pemilihan umum. Kondisi ini membuat peluang Yingluck, yang didukung penduduk pedesaan dan masyarakat pinggiran kota yang mendukung Thaksin, sangat terbuka.
Namun, gangguan yang dilakukan oposisi terhadap pendaftaran calon anggota legislatif membuat keadaan menjadi rumit. Sebab, jika Yingluck memenangkan pemilu ini tanpa dukungan cukup di parlemen maka statusnya adalah pejabat sementara dengan wewenang sangat terbatas.
Wewenang Yingluck sebagai perdana menteri bisa dipulihkan jika digelar pemilihan sela untuk memastikan terdapat cukup wakil rakyat untuk bersidang di parlemen. Sementara itu, komisi pemilu belum dapat dipastikan selama beberapa bulan karena berbagai masalah yang disebabkan para pengunjuk rasa. AFP