Menyusuri Jejak Kebudayaan Jerman di Kota Qingdao: Katedral Berdiri Kokoh
Jejak-jejak kebudayaan Jerman terdapat di China. Ikuti cerita dari pengalaman Tribunnews berkunjung ke kota itu.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, QINGDAO - Jejak-jejak kebudayaan Jerman terdapat di China. Pemandangan itu Tribunnews.com saksikan saat mengunjungi kota Qingdao, China, Rabu (12/3/2015).
Qindao merupakan kota modern seluas 20 juta meter persegi. Informasi mengenai jejak Jerman di kota tersebut diperoleh dari Chuei Yuan Yuan, warga lokal yang menjadi pemandu wartawan di acara "Smatfren Telecom Press Trip 2014".
Peninggalan warga Jerman tersebut berada di sekitar pantai di wilayah Qingdong. Menurut Chuei, Jerman menduduki kota Qindong pada tahun 1894.
Namun, pendudukan Jerman itu diterima oleh warga setempat. Sebab, mereka membangun Qingdao sehingga memiliki tatakota yang baik. Contohnya saluran drainase.
"Dari pembangunan saluran itu, membuat kota Qingdao terbebas dari banjir," kata Chuei menerangkan.
Sambil mengajak Tribunnews.com dan sejumlah wartawan melihat kota lama Qingdao, ia menjelaskan ciri khas bangunan Jerman.
"Orang Jerman rumahnya ada cerobong karena musim dingin bakar kayu. Kalau sekarang tidak. Lalu gentengnya warna merah," kata wanita muda itu sambil menunjuk rumah bergaya Jerman itu.
Tribunnews.com melihat sejumlah bangunan yang masih bertuliskan bahasa Jerman. Selain itu, Jerman juga membangun pabrik bir pada tahun 1903. "Orang Jerman itu bikin warisan pabrik bir," kata Chuei.
Warisan itulah yang kini menjadi pabrik bir terkenal di China dengan merek Tsingtao. Bir itulah yang menjadi sajian utama disetiap restoran ternama di China. Chuei menceritakan warga Jerman mengakui bir di Qindao lebih enak dari asalnya.
"Hasilnya lebih baik karena air disini lebih bagus," ujar Chuei.
Alasan Jerman membuat pabrik bir karena kebutuhan. Sebab Jerman harus mengimpor bir dari negara mereka semenjak negara Bavaria itu menduduki Qingdao sejak 1894.
Sedangkan mengimpor bir langsung dari Jerman sangat mahal. Akhirnya mereka membuka pabrik serta mendatangkan mesin pembuat bir langsung dari Jerman.
Chuei lalu bercerita juga mengenai pendudukan Jepang di Qindao. Namun, ia tidak senang dengan Jepang karena tidak membangun kota yang dicintainya itu.
"Jepang enggak buat apa-apa, hanya mengembangkan pabrik bir itu," katanya.
Chuei lalu kembali bercerita mengenai Jerman. Ia menuturkan adanya kelemahan warga Jerman ketika menduduki Qingdao. Mereka tidak memikirkan pembangunan jalan.
"Mereka tidak menyangka 100 tahun kemudian orang Qingdao punya mobil. Jalannya sempit-sempit," kata Chuei.
Tak disangka obrolan Chuei telah membawa kami ke Gereja Katedral di Qingdao yang juga peninggalan warga Jerman. Gereja tersebut dibangun tahun 1932-1934.
Tempat ibadah umat Katolik itu berada di jalan Zhejiang. Saat Tribunnews.com, berkunjung ke sana sekitar pukul 15.00 waktu setempat udara dingin menerpa seluruh tubuh. Maklum cuaca di Qinqdao saat ini 8 derajat celcius.
Banyak warga China juga mengabadikan bangunan tersebut. Namun, Tribunnews.com tidak dapat memasuki bangunan dalam karena waktu yang tidak memungkinkan. Gereja tersebut belum dilakukan renovasi sejak awal dibangun. Dari luar tampak dua menara gereja berdiri dengan kokoh.
Menurut informasi pemerintah setempat hanya melakukan pengecatan ulang. "Bangunan itu hanya dicat, karena sangat kokoh," imbuhnya.
Gereja Katedral itu dapat menampung 1.000 umat Katolik. Pembangunan gereja diawasi oleh orang Jerman langsung. Gereja bergaya gothic itu merupakan bangunan terbesar di Qingdao. Gereja Katolik itulah yang menjadi akhir perjalanan jejak Jerman di Qingdao.
Chuei mengatakan tempat tersebut sangat bagus untuk diabadikan. "Foto-foto di sana bagus," ujar Chuei mengajak wartawan untuk mengabadikan Gereja Katedral Katolik