Jokowi Kritik Tiga Lembaga Keuangan Dunia, Analis: Itu Hanya Retorika Politik
"Pemerintah seperti ingin gampangnya saja. Menyuruh investor datang, tapi belum siap menerapkan perbaikan yang akan memfasilitasi investasi itu,"
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ruth Vania Christine
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di hadapan pimpinan dan perwakilan negara-negara Asia Afrika, Presiden RI Joko Widodo mengemukakan pendapat mengenai ekonomi baru global yang diharapkan lebih terbuka untuk negara-negara berkembang.
"Pemikiran atas solusi masalah ekonomi dunia hanya terbatas pada Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), dan Asian Development Bank (ADB)," ungkap Presiden Jokowi dalam pidato pembuka Konferensi Asia Afrika, Rabu (22/4/2015).
Baca juga: Pengamat: Inti Pidato Jokowi di KAA Mengusung Solusi Mondial.
Sayangnya Presiden Jokowi tidak menjelaskan seperti apa perubahannya. Namun ia menambahkan bahwa hal tersebut penting agar menghilangkan terjadinya dominasi antar negara, khususnya oleh Barat.
Pidato Jokowi tersebut mendapat perhatian banyak pihak. Ernest Bower dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Washington DC, menilai pernyataan tersebut membuat Jokowi tak konsisten dengan misinya ingin menarik investor ke Indonesia.
Baca juga: Jokowi: Jangan Lagi Bergantung pada Bank Dunia, IMF, dan ADB.
"Pemerintah seperti ingin gampangnya saja. Menyuruh investor untuk datang, tapi belum siap untuk menerapkan perbaikan yang akan memfasilitasi investasi itu," ungkap Bower seperti dilansir The Wall Street Journal.
Eric Sugandi, ekonom senior Standard Chartered Bank Jakarta, setuju dengan perbaruan pada sistem finansial global. Namun, menurutnya Presiden Jokowi hanya sekadar memberikan pesan yang ingin didengar penonton saja.
"Konteksnya harus dilihat, siapa penontonnya. Ini hanya retorika politik saja," demikian sebutnya.
Seorang ekonom dari Universitas Indonesia Berly Martawardaya mengatakan, menurutnya, Presiden Jokowi adalah seorang 'pelaku'. "Keliru jika menganggapnya sebagai seorang ideolog." (The Wall Street Journal)