Buruh Migran Indonesia Minta Mary Jane Tak Dieksekusi Mati
Simpati dari berbagai kalangan internasional terus mengalir untuk Mary Jane. Bahkan, buruh migran Indonesia yang berada di sejumlah negara bersimpati.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha
TRIBUNNEWS.COM, HONG KONG - Hukum di Indonesia, selalu diibaratkan sebagai sesuatu yang "bebas nilai", lepas dari segala kepentingan, yang dianggap bisa menghadirkan keadilan murni.
Tapi celakanya, doktrin seperti itu justru menjadi bumerang karena sang pengadil hanya menyoroti apa yang diperbuat oleh tersangka tanpa menelisik berbagai aspek yang memengaruhinya.
Setidaknya, itulah yang tampak terjadi pada kasus Mary Jane Fiesta Veloso, warga negara Filipina yang divonis hukuman mati oleh pengadilan Indonesia.
Ia divonis bersalah karena kedapatan membawa 2,622 kilogram heroin dari Malaysia. Ia diprediksi bakal dieksekusi mati dalam waktu dekat di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Namun, simpati dari berbagai kalangan internasional terus mengalir untuk Mary Jane. Bahkan, buruh migran Indonesia yang berada di sejumlah negara pun ikut bersimpati.
"Dia (Mary Jane) bukan anggota jaringan narkotika internasional. Dia diperalat jaringan narkoba yang menyamar sebagai buruh migran bidang informal," terang Vo Milady, aktivis Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) di Makau, Tiongkok.
Ia menuturkan, Mary Jane dijanjikan bakal mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia.
Setibanya di Malaysia, Mary Jane malah diminta ke Indonesia terlebih dulu baru kembali ke negeri jiran tersebut.
"Alasannya, belum ada lowongan pekerjaan sebagai PRT untuk Mary Jane di Malaysia, jadi dia harus pergi ke Indonesia dulu. Tapi ternyata, koper yang dimodifikasi dan diberikan calo kepadanya itu berisi heroin," terangnya.
Karenanya, Vo menuturkan Presiden RI Joko Widodo seharusnya menelisik hal tersebut dan membatalkan vonis hukuman mati kepada Mary Jane.
"Mary Jane seperti kami, buruh migran Indonesia, yang kerap dibohongi para calo maupun bandar narkotika internasional. Dia seperti kami, rakyat miskin akibat pemerintah yang lalai. Karenanya, kami minta batalkan hukuman mati itu," tandasnya.
Untuk diketahui, Mary Jane ditangkap di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta pada 24 April 2010 silam karena membawa 2,622 kilogram heroin.
Pengadilan Negeri Sleman menjatuhkan hukuman mati karena terbukti melanggar pasal 114 ayat 2 UU no 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Beberapa waktu lalu, Makamah Agung (MA) menolak pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Mary Jane.