Kepolisian Australia Tak Minta Maaf Atas Penangkapan Bali Nine
Kepolisian Federal Australia (AFP) menyatakan tidak dapat meminta maaf atas langkah mereka membagi informasi kepada pihak Polri
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.SYDNEY- Kepolisian Federal Australia (AFP) menyatakan tidak dapat meminta maaf atas langkah mereka membagi informasi kepada pihak Kepolisian Indonesia (Polri) di tahun 2005 silam terkait sindikat Bali Nine.
Dalam keterangan kepada wartawan Senin (4/5/2015), Komisioner AFP Andrew Colvin menjelaskan AFP telah mengubah pedoman kerjanya terkait berbagi informasi dengan negara lain.
Namun Komisioner Colvin menegaskan, ia tidak bisa menjamin bahwa di masa depan tidak akan ada lagi warga Australia yang terancam hukuman mati di negara lain akibar penyelidikan AFP.
Jumpa pers dilakukan Komisioner Colvin bersama bekas Komisioner AFP Michael Phelan guna menjelaskan peranan kepolisian Australia dalam penangkapan sindikat Bali Nine di Indonesia.
Komisioner Colvin menyesalkan bahwa Indonesia tetap mengeksekusi otak sindikat Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Menurut dia, AFP bersama lembaga lainnya turut mengupayakan pembatalan eksekusi mati kedua orang tersebut.
Namun, ia tetap membela tindakan AFP yang membagi informasi dengan Polri mengenai sindikat tersebut.
Komisioner Colvin mengatakan, AFP tidak memiliki cukup bukti untuk menangkap anggota sindikat ini sebelum meninggalkan Australia.
"Saat itu kami bekerja berdasar gambar yang belum lengkap. Kami belum tahun semua orang yang terlibat, semua rencana mereka, bahkan jenis narkoba pun kami belum tahu," jelasnya.
"Saat itulah kami meminta kerjasama dengan Polri. Secara operasional kami anggap sangat layak dan sejalan dengan pedoman kerja kami saat itu," tambah Komisioner Colvin.
"Atas pertanyaan mengapa mereka tidak dibiarkan kembali ke Australia, kami tidak bisa mendikte pihak berwajib Indonesia bagaimana mereka menangani kejahatan serius di negaranya," katanya.(ABC)
Komisioner Colvin menambahkan, "Sama juga anda tidak akan berharap Kepolisian Indonesia akan mendikte AFP bagaimana kami menangani kejahatan serius di Australia".
Ia menegaskan tidak bisa menjamin bahwa skenario kejadian seperti Bali Nine tidak akan terjadi lagi di masa depan.
Dalam perkembangan lainnya Menlu Julie Bishop akan berbicara dengan Dubes Australia untuk Indonesia Paul Grigson di Perth hari ini.
Dubes Grigson dipanggil pulang ke Australia pekan lalu sebagai bentuk protes atas pelaksanaan eksekusi terpidana mati Bali Nine.
Sementara itu petinggi AFP yang mengizinkan penyampaian informasi kepada Polri di tahun 2005 mengaku bertindak atas kepentingan para korban narkoba.
Deputi Komisioner Phelan telah bekerja selama 20 tahun sebagai polisi saat ia memutuskan untuk mengizinkan penyampaian informasi itu kepada pihak Indonesia.
"Meskipun telah 10 tahun, saya tetap mengakuinya sebagai keputusan sulit," jelasnya.
Pascaeksekusi terpidana narkoba Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Australia menarik duta besarnya untuk Indonesia, Paul Grigson.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott beralasan penarikan tersebut dilakukan dalam rangka konsultasi.
Terkait hukuman mati tersebut, Abbott menyebut eksekusi itu kejam dan tindakan yang tidak perlu.
"Kami mengecam apa yang sudah dilakukan, dan karenanya kita tidak akan melihat keadaan seperti biasanya," kata Abbott, Rabu (29/4/2015), beberapa jam setelah eksekusi mati di Nusakambangan, Cilacap.
Karena alasan itu pula, Abbot menarik dubes Australia setelah seluruh penghormatan dilakukan terhadap keluarga duo gembong narkoba Bali Nine tersebut.
"Saya ingin menekankan bahwa betapa pentingnya hubungan antara Australia dan Indonesia. Namun, sekarang terpengaruh dengan apa yang terjadi beberapa jam yang lalu," tambah PM Abbott.
Mendampingi PM Abbott dalam jumpa pers di Canberra, Menlu Julie Bishop mengukuhkan adanya eksekusi terhadap Chan dan Sukumaran.
"Dengan berat hati saya mengukuhkan, meskipun sudah ada usaha keras kami sampai menit terakhir agar mereka tidak dieksekusi, dua warga Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dieksekusi pagi ini," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop menggambarkan perlakuan pemerintah Indonesia kepada Andrew Chan dan Myuran Sukumaran serta keluarganya sangat ‘mengerikan’.
Karenanya, imbuh Bishop, bakal ada konsekuensi yang akan dihadapi Pemerintah Indonesia jika kedua warga Australia itu jadi dieksekusi mati.
Bishop mengaku naik pitam dengan beredarnya gambar keluarga Chan dan Sukumaran yang dikerumuni banyak media ketika hendak menemui terpidana mati untuk terakhir kalinya.
"Saya merasa sangat terganggu dengan sejumlah aspek dalam penanganan masalah ini,” kata Bishop dalam program 7.30 ABC.
"Saya pikir proses yang harus dialami keluarga terpidana mati hari ini sangat mengerikan karena situasi disana sangat kacau.”
"Saya merasa sangat prihatin kepada keluarga kedua pria ini. Mereka layak mendapatkan penghormatan mereka juga layak untuk memiliki martabat yang ditunjukkan oleh mereka ditengah kesedihan yang tak terkatakan ini."
"Tapi sepertinya hal itu sekarang tidak mereka dapatkan.”
ABC memahami bahwa memanggil pulang Duta Besar Australia di Jakarta merupakan salah satu opsi yang tengah dipertimbangkan Pemerintah Australia saat ini.
Bishop menegaskan akan ada dampak diplomatik bagi Indonesia jika eksekusi oleh regu tembak jadi dilanjutkan.
Bishop juga mengatakan Pemerintah Indonesia belum memberikan pemberitahuan resmi mengenai waktu pelaksanaan eksekusi mati ke-9 terpidana mati.
Menteri Luar Negeri Australia mengatakan Duta Besar Australia di Indonesia terus melakukan kontak dengan pejabat tertinggi di Indonesia sampai hari ini.
Namun, Bishop mengaku optimistis mengenai peluang pembatalan eksekusi mati ini.
"Semacam intervensi di menit-menit terakhir oleh Presiden Widodo, Namun saya tetap mengkhawatirkan kondisi terburuk yang dapat dihadapi oleh kedua warga Australia ini," tegas Bishop.