Pemerintah Korea Utara Gelar Pilkada Hari ini
Pemilihan lokal ini adalah yang pertama digelar sejak Kim Jong Un berkuasa pada Desember 2011.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, PYONGYANG - Hari Minggu (19/7/2015), warga Korea Utara memberikan suaranya dalam sebuah pemilihan umum lokal semacam pemilihan kepala daerah. Pemilihan lokal ini adalah yang pertama digelar sejak Kim Jong Un berkuasa pada Desember 2011.
Dalam pemilihan lokal ini digelar empat tahun sekali sejak 1999 dan dilakukan untuk memilih para kepala daerah di wilayah-wilayah setingkat kotamadya, distrik dan kabupaten.
Dalam pemilu serupa pada Juli 2011, media pemerintah mengabarkan jumlah warga yang memberikan suara mencapai 99,82 persen. Meski angka ini terbilang sangat tinggi, namun pemerintah saat itu kurang puas dengan hasil tersebut.
Situasi itu berubah dalam pemilu untuk menentukan 687 anggota Dewan Rakyat Tertinggi tahun lalu. Saat itu, angka kehadiran pemberi suara mencapai 100 persen dan hasil pemilu menunjukkan warga 100 persen mendukung kebijakan pemerintah. Demikian dikabarkan kantor berita Korea Utara, KCNA.
"Sangat aneh jika pemerintah Korea Utara mengklaim jumlah pemilik suara yang memberikan suara mencapai 100 persen. Bagaimana dengan mereka yang sakit atau yang berada di laut?" kata Daniel Pinkston, analis International Crisis Group (ICG) di Seoul.
Pinkston melihat pemilihan umum di Korea Utara memiliki tujuan lain dan bukan hanya meminta suara rakyat. "Pemilu digunakan sebagai metode pengendalian sosial yng memungkinkan pemerintah mengetahui keberadaan warganya," tambah Pinkston.
Hal yang mungkin mengejutkan adalah, di Korea Utara ternyata terdapat lebih dari satu partai politik.
Dalam pemilihan anggota dewan, Partai Pekerja merebut 606 dari 687 kursi dewan tertinggi. Sementara 50 kursi diraih Partai Sosialis Demokrat Korea dan 22 kursi lainnya untuk Partai Chondoist Chongu.
Sementara enam kursi diraih Asosisi Warga Korea di Jepang dan tiga kursi diraih calon "independen". Meski terdapat banyak partai politik, namun dalam praktik sehari-hari, partai-partai politik itu tak lebih dari sekadar "pajangan" dan selalu mengikuti kebijakan Partai Pekerja.
Keberdaan "partai-partai politik" itu merupakan salah satu usaha Korea Utara untuk menunjukkan bahwa negeri itu sudah menerapkan demokrasi.
Tak hanya itu, di surat suara hanya terdapat satu nama kandidat. Untuk menunjukkan dukungan, pemilih masuk ke bilik khusus untuk memberikan suara. Sementara, untuk warga yang tak setuju dengan nama politisi di kartu sura mka dia harus pergi ke bilik lain dan mencoret nama kandidat itu.
Dengan seluruh gerak gerik warga diawasi ketat, maka butuh keberanian luar biasa bagi siapapun yang ingin mengemukakan pendapat berbeda. Tak heran dengan cara ini maka semua kandidat mendapatkan dukungan suara 100 persen.