Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Crane Jatuh di Mekkah Juga Salah Jokowi? Jonru, Apa Anda Sudah Gila?
Reruntuhan atap menimpa ratusan orang yang sedang beribadah. Sampai Sabtu, 12 September 2015 sore, jumlah korban meninggal dunia, mencapai 107 orang.
UMAT Islam berduka. Hantaman badai pasir, tiupan angin kencang, bahkan hujan es yang datang terus-menerus dalam satu pekan belakangan di sejumlah wilayah Saudi Arabia, akhirnya berakibat fatal. Dua unit crane yang dipancakkan di proyek perluasan Masjidil Haram, Mekkah, rusak. Satu diantaranya roboh menimpa atap masjid.
Reruntuhan atap menimpa ratusan orang yang sedang beribadah di bawahnya. Sampai Sabtu, 12 September 2015 sore, jumlah korban meninggal dunia, mencapai 107 orang. Seratusan lainnya menderita luka parah dan ringan.
Saya pertama kali mendengar kabar ini, Jumat, beberapa menit jelang tengah malam, dan langsung terhenyak.
Sejumlah rekan, kerabat, dan handai taulan berada di sana untuk menunaikan ibadah haji dan sungguh saya mengkhawatirkan keselamatan mereka.
Apalagi kemudian saya mendapatkan kabar, bahwa di antara korban, terdapat jamaah asal Indonesia. Embarkasi Medan, khususnya.
Hingga menjelang pagi saya terus memantau perkembangan dari tanah suci. Hingga kemudian saya pulang ke rumah setelah mendapatkan kepastian, bahwa benar ada tiga jamaah dari Embarkasi Medan yang ikut jadi korban.
Ada seorang jamaah dari embarkasi lain yang juga syahid. Ditambah dua puluhan jamaah yang luka-luka.
Saya pulang dalam kondisi lelah dan lesu. Dalam perjalanan, sungguh, saya berharap, peristiwa ini tidak dikaitpautkan dengan hal-hal lain di luar kuasa Allah.
Saya khawatir begitu lantaran makin ke sini, makin banyak orang yang punya pemikiran yang aneh-aneh. Bencana kerap kali dicurigai sebagai tanda-tanda, sebagai kutukan, sebagai perlambang murka Tuhan.
Aimakjang, membayangkannya saja saya sudah ngeri. Kecemasan saya ini bukan tanpa dasar.
Beberapa hari lalu, seorang kawan (tidak terlalu dekat tapi juga bukan kenalan sekadar), penyuka garis keras segala sesuatu yang menyangkut teori-teori konspirasi, mengemukakan satu pengandai-andaian yang bagi saya kedengaran sangat menakutkan.