Pengungsi Suriah yang Dijegal itu Meraih Mimpi di Madrid
Mohsen ditampung dan mendapat pekerjaan di sekolah pelatih sepak bola Cenafe di kota Madrid.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Peristiwa penjegalan menyakitkan yang dialami pengungsi Suriah, Osama Abdul Mohsen, oleh perempuan juru kamera di Hongaria berakhir manis di Madrid, Spanyol. Ia ditampung dan mendapat pekerjaan di sekolah pelatih sepak bola Cenafe di kota itu.
Rabu (16/9/2015) malam, ia dan dua anak laki-lakinya, Mohammed (18) dan Zaid (7), tiba di Madrid setelah terbang dari Muenchen, tempat pengungsiannya, ke Paris dan berlanjut naik kereta ke Madrid.
"Terima kasih, Spanyol. Saya suka Madrid, saya suka Spanyol. Ini sangat penting bagi hidup saya," kata Mohsen saat tiba di Stasiun Atocha, Madrid. "Ini mimpi yang jadi kenyataan."
Di ibu kota Spanyol itu, Mohsen akan tinggal di Getafe, pinggiran Madrid, lokasi Cenafe. Presiden Cenafe, Conrado Galan, mengatakan, ia kandidat ideal untuk mengajar di sekolah kepelatihan sepak bola itu.
Kisah perjalanan Mohsen mengungsi dari kampung halamannya di Deir-al-Zour, Suriah timur, sekitar 450 kilometer timur laut Damaskus, ke Jerman menjadi viral berkat satu momentum menyakitkan di perbatasan Hongaria-Serbia.
Pada 9 September, perempuan juru kamera televisi N1TVHongaria, Petra Laszlo, terekam kamera menjulurkan kaki dan menjegal Mohsen yang lari menghindari aparat sambil menggendong anaknya, Zaid. Akibatnya, ia dan Zaid jatuh tersungkur.
Rekaman peristiwa itu menjadi viral dan mengundang kemarahan seluruh dunia. Laszlo pun dipecat dari pekerjaannya. Setelah Mohsen dan anaknya tiba di Muenchen, muncul laporan di media Jerman bahwa ia sebenarnya mantan pelatih klub Divisi Utama Suriah, Al-Fotuwa.
Akibat perang mencabik negeri itu, Mohsen dan keluarganya mengungsi ke Turki. "Kami kehilangan rumah di Suriah setelah dihujani artileri pasukan (Presiden Bassar) Assad," ujar Almuhannad (19), anak tertua Mohsen, kepada NBC News.
Almuhannad tidak mengungsi bersama Mohsen dan adiknya, Zaid. Ia masih tinggal di Turki bersama ibunya dan adiknya yang berumur 13 tahun. Deir-al-Zour, lanjut Almuhannad, kini sudah tak bisa dihuni.