Perempuan Telanjang Kini 'Tabu' di Majalah Playboy
Sirkulasi majalah Playboy telah merosot dari 5,6 juta eksemplar pada pertengahan 1970-an menjadi sekitar 800.000
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM - Dengan alasan internet telah membuat ketelanjangan menjadi hal yang biasa dan majalah porno tidak lagi menguntungkan secara komersial, maka majalah Playboy akan menghentikan pemuatan foto perempuan telanjang.
Keputusan itu diumumkan Direktur Playboy Enterprise, Scott Flanders, dalam artikel di harian New York Times pada Senin (12/10/2015) seperti dikutip kantor berita Reuters.
Pendiri dan Pemimpin Redaksi Playboy Hugh Hefner telah menyetujui usulan dari editor Cory Jones untuk berhenti menampilkan gambar perempuan telanjang.
Foto-foto perempuan telanjang dalam situs webnya juga telah dicopot demi melancarkan akses ke media sosial, seperti Facebook dan Twitter.
Scott Flanders mengatakan kepada Times, "Kini Anda hanya membutuhkan satu klik untuk menemukan segala sesuatu terkait seks seperti yang Anda bayangkan secara gratis. Itu hal biasa pada zaman sekarang."
Sirkulasi majalah Playboy telah merosot dari 5,6 juta eksemplar pada pertengahan 1970-an menjadi sekitar 800.000 saat ini.
Setelah mengalami kesuksesan pada penerbitan perdananya pada tahun 1953, majalah tersebut diserang oleh kelompok politik sayap kanan maupun sayap kiri.
Kelompok feminis juga mengkritiknya dengan mengatakan bahwa Playboy telah merendahkan perempuan menjadi sekadar obyek seks.
Bagaimananapun, sejauh mana perubahan dilakukan, hal itu masih menjadi perdebatan, termasuk apakah mereka akan tetap menampilkan foto perempuan di halaman tengah.
Editor Cory Jones mengatakan kepada Times bahwa kolom seks di Playboy akan dipercayakan kepada seorang perempuan, yang disebutnya akan menulis tentang seks secara antusias.
Di sisi lain, Playboy juga selalu memiliki daya tarik intelektual bagi kaum adam yang mengaku membeli majalah tersebut tidak sekadar untuk melihat foto-fotonya karena mereka memuat pula karangan karya penulis top, seperti Kurt Vonnegut, Joyce Carol Oates, Vladimir Nabokov, James Baldwin, dan Alex Haley.
Wawancara mendalam dengan tokoh sejarah Fidel Castro, Martin Luther King Jr, Malcolm X, dan John Lennon juga biasa dimuat.(Fidel Ali/BBC Indonesia)