Kualitas Pendidikan Indonesia Masih Dipertanyakan
Dalam 5 tahun terakhir, kenaikan HDI (Human Development Index) Indonesia tidak signifikan.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tanggal 2 Mei 2016 ini adalah Hari Pendidikan Nasional.
Namun kualitas pendidikan Indonesia masih perlu dipertanyakan lebih lanjut.
"Dalam 5 tahun terakhir, kenaikan HDI (Human Development Index) Indonesia tidak signifikan. Saat ini, negara tercinta hanya memiliki indeks sekitar 0.684 dan dalam urutan negara ke 110, di bawah Botswana (106), Moldova (107), Egypt (108), Turkmenistan (109) dan menempati posisi yang sama dengan Gabon (110) sebuah negara kecil di Afrika dan baru merdeka di tahun 1960," ujar Nugroho Adi Sasongko, pengamat pendidikan Indonesia di Jepang khusus kepada Tribunnews.com Senin ini (2/5/2016).
Sementara itu, jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan asia tenggara, posisi Indonesia masih jauh di bawah Singapore (0.91), Brunei Darussalam (0.86), Malaysia (0.78) dan Thailand (0.726).
Index OECD
Awal tahun ini (Januari 2016) terbit laporan menarik mengenai After School Learning dari OECD. Sebelum membahas laporan tersebut.
Mungkin ada pertanyaan, apakah itu OECD? Organisation for Economic Co-operation and Development atau disingkat dengan nama OECD adalah organisasi ekonomi internasional, yang saat ini beranggota 34 negara (seluruh anggota IEA + emerging economies) di dunia berdasarkan tingkat GDP dan Income per capita (tidak memasukan oil countries seperti negara-negara di Middle East sebagai anggotanya).
Mereka menampilkan data yang cukup menarik, mengenai Education Indicators Infocus.
"Cukup menarik dan membingungkan memang, jika kita coba analisa hasil survey ini mengingat bahwa setiap SD dan SLTP di Indonesia, menghabiskan rata-rata 4-6 jam per hari untuk belajar di sekolah. Jika dihitung selama seminggu, artinya sekitar 1440 – 2160 menit per hari," ujarnya.
Melihat hal tersebut ternyata total waktu jam belajar anak di Indonesia kini lebih panjang.
"Belum lagi usai sekolah formal, orangtua di perkotaan mengirimkan anaknya untuk mengikuti les privat baik di sekolah, lembaga bimbingan belajar, maupun di rumah. Apakah hasil survey di atas cukup benar? Apakah memperhatikan pula kondisi di luar perkotaan, di mana lebih dari 40% anak-anak usia sekolah di Indonesia tinggal di pedesaan yang sulit akan akses pendidikan formal. Tentunya akan muncul beragam argumentasi yang dapat menjadi polemik untuk didiskusikan."
Dalam laporan yang sama disebutkan bahwa, negara-negara OECD sendiri memiliki standard minimal menerima pelajaran di primary school (SD) sekitar 4.3 jam per hari dan 5.2 jam per hari untuk secondary school (SLTP dan SMA).
Di antara negara-negara OECD sendiri, waktu belajar di kelas sangat bervariasi.
Sebagai contoh untuk salah satu pelajaran utama Matematika, ada kecenderungan waktu instruksi di kelas memiliki trend naik, dan waktu yang digunakan untuk belajar di luar kelas (PR) berkurang.