Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sungguh Keji, Ternyata Begini Cara ISIS Menjual Gadis-gadis Kristen Yazidi

Ratusan perempuan Yazidi ditangkap dan dibawa sebagai budak seks ketika kota Sinjar, yang menjadi basis mereka, diserbu militan ISIS.

Editor: Rendy Sadikin
zoom-in Sungguh Keji, Ternyata Begini Cara ISIS Menjual Gadis-gadis Kristen Yazidi
The Washington Post
Seorang gadis Yazidi yang diberi nama samaran Narin berhasil melarikan diri dari kaum militan ISIS. Namun ia sangat terluka oleh penderitaan yang dialaminya. 

TRIBUNNEWS.COM, RAQQA – Anggota kelompok bandit dan teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) menjual para perempuan muda Kristen Yazidi secara daring atau melalui sistem media jaringan.

Seorang pejuang ISIS menggunggah di laman Facebook-nya, foto budak seks Yazidi dan dia ingin menjualnya secara daring.

Abu Assad Almani menggunggah gambar pertama seorang gadis muda dengan keterangan sebuah sederhana, seperti dilaporkan oleh situs Al-Masdar News, Minggu (29/5/2016).

“Dia untuk dijual. Kepada semua bros (rekan-rekan sejawat) yang ingin membeli budak, yang satu ini seharga 8.000 dollar (AS),” tulis Almani di akun Facebook pribadinya.

Jika dikonversikan ke nilai rupiah pagi ini, maka 8.000 dollar AS setara dengan sekitar Rp 109,2 juta – kurs satu dollar AS terhadap rupah ialah Rp 13.645,35.

Gambar kedua, yang diunggah ke Facebook yang sama, ialah seorang gadis muda dengan wajah pucat dan mata merah, yang juga dijual dengan harga yang sama.

Dalam beberapa jam kemudian, dua foto gadis Yazidi itu hapus oleh Facebook, seperti dilaporkan oleh Daily Mirror.

Berita Rekomendasi

Apakah militan ISIS itu menjual gadis-gadis miskin untuk dirinya sendiri atau atas nama kelompok, adalah teka-teki yang masih belum bisa diketahui.

Almani diyakini pejuang ISIS asal Jerman yang tinggal di Raqqa, ibukota de facto ISIS atau yang lazim disebut mereka sebagai pusat kekhalifahan. Raqqa terletak di Suriah utara.

Kelompok jihadis tersebut mengalami kemunduran serius dalam soal pendanaan setelah terus digempur oleh koalisi Amerika Serikat di satu sisi, dan koalisi Rusia di sisi lain.

Namun, selain memerangi ISIS, koalisi Rusia juga banyak menarget kelompok oposisi moderat, yang didukung oleh AS.

Pada Agustus 2014, ratusan perempuan Yazidi ditangkap dan dibawa sebagai budak seks ketika kota Sinjar, yang menjadi basis mereka, diserbu militan ISIS militan.

Selain menculik perempuan muda dan dewasa, ISIS membantai pria dewasa dan anak-anak.

Dibakar hidup-hidup

Kebrutalan kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) terhadap kaum hawa kembali terbongkar.

Anggota Sekjen PBB untuk Kejahatan Seksual, Zainab Bangura, membeberkan anggota ISIS kerap menelanjangi tawanan gadisnya dan melakukan tes keperawanan.

Lalu, para gadis tersebut dikirimkan ke tempat pelelangan budak setelah gerilyawan ISIS menyerang desa serta membunuh sanak keluarganya.

ISIS memilih perawan yang paling cantik di antara para wanita yang ditangkap, lalu mengirimnya ke Suriah untuk dijadikan budak seks.

Sadisnya, jika menolak, gadis tersebut akan dibunuh, termasuk salah satunya yang dibakar hidup-hidup karena ogah menjadi budak seks ISIS.

Bangura melanglangbuana ke Suriah, Irak, Turki, Lebanon dan Yordania untuk berbicara dengan wanita--terutama dari minoritas Yazidi--yang menjadi korban kejahatan seksual ISIS.

Tawar menawar sengit biasanya terjadi saat lelang budak, dimana para gadis tersebut dijual dengan kondisi telanjang.

"Pemimpin ISIS adalah yang pertama memilih, lalu kemudian para bawahannya," ujar Bangura seperti dilansir Mirror.

Pemenang lelang biasanya mengambil tiga atau empat gadis, lalu menjualnya kembali setelah mereka bosan.

"Kami mendengar, salah seorang gadis diperdagangkan sebanyak 22 kali. Pemimpin ISIS menulis namanya di tangan gadis tersebut. Ini menunjukkan bahwa gadis tersebut adalah properti miliknya," kata Bangura.

Beberapa dari wanita tersebut mengalami depresi karena tidak bisa kabur.

Mereka pun memilih untuk mengakhiri nyawa dengan gantung diri menggunakan selendang.

Karena itu pula, di sejumlah lokasi, para pemerkosa dari ISIS melarang para wanita tersebut memakai selendang.

Bangura juga bercerita tentang seorang gadis yang dibakar hidup-hidup karena menolak untuk melayani kebutuhan seks brutal para pemiliknya.

Sementara itu, menurut Amnesty, ISIS telah melakukan pembersihan etnis, membunuh warga sipil dan memperbudak orang lain sehingga membuat sejumlah korbannya beranggapan bahwa mereka lebih baik mati dari tetap hidup tetapi diperbudak.

"Banyak dari mereka yang ditahan sebagai budak seksual adalah anak-anak, anak-anak perempuan berusia 14, 15 tahun atau bahkan lebih muda," kata Donatella Rovera, penasihat senior Amnesty dalam sebuah pernyataan.

Lembaga itu mengatakan bahwa banyak dari para pelaku merupakan petempur ISIS atau orang-orang yang menjadi pendukung kelompok itu.

Seorang gadis 19 tahun bernama Jilan bunuh diri karena takut dirinya akan diperkosa, kata Amnesty yang mengutip keterangan kakak gadis itu.

Seorang gadis lain yang ditahan bersamanya tetapi kemudian berhasil melarikan diri membenarkan keterangan tersebut.

Gadis yang selamat itu mengatakan dirinya dan yang lain diberi pakaian yang tampak seperti kostum tari dan diberitahu untuk mandi lalu memakai baju-baju itu.

"Jilan bunuh diri di kamar mandi. Dia melukai pergelangan tangannya dan gantung diri. Dia sangat cantik. Saya pikir dia tahu dia akan dibawa pergi oleh seorang pria dan itulah sebabnya dia bunuh diri," ujar gadis tersebut.

Seorang mantan tawanan lainnya mengatakan kepada Amnesty bahwa dia dan adiknya mencoba bunuh diri agar bebas dari pernikahan paksa, tetapi dihentikan untuk melakukan itu.

"Kami mengikat syal di leher dan saling menarik sekencang yang kami bisa, sampai saya pingsan ... Saya tidak bisa berbicara selama beberapa hari setelah itu," kata Wafa (27 tahun) kepada kelompok hak asasi itu.

Amnesty Internasional juga menceritakan kisah gadis 16 tahun bernama Randa, yang diculik bersama keluarganya dan diperkosa seorang pria yang usianya dua kali usia gadis itu.

"Sangat menyakitkan apa yang mereka lakukan terhadap saya dan keluarga saya," kata Randa.

Rovera mengatakan, "Penderitaan fisik dan psikologis para perempuan yang mengalami kekerasan seksual yang mengerikan itu merupakan bencana. Banyak dari mereka telah disiksa dan diperlakukan sebagai budak. Bahkan mereka yang berhasil melarikan diri tetap saja sangat trauma."

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas