Pengalaman Ketua Dakwah MUI KH Cholil Nafis Menjadi Imam Salat Ied di Tokyo
Masyarakat Jepang tetap beraktivitas sebagaimana hari kerja biasa karena memang tidak ada libur nasional di Idul Fitri ini.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Selama beberapa hari ini, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berada di Kota Tokyo, Jepang.
Tahun ini dia memperoleh kesempatan mengisi khutbah dan menjadi Imam shalat Idul Fitri di Tokyo.
Bangun tidur pada dini hari pukul 03:00 waktu setempat untuk menunaikan shalat Subuh sekaligus menyambut ledil Fitri 1437 H di Tokyo.
Di Jepang tak terdengar adzan atau takbir dan suasana pun seakan tak tampak suasana Lebaran.
Masyarakat Jepang tetap beraktivitas sebagaimana hari kerja biasa karena memang tidak ada libur nasional.
Namun setelah sampai di dekat Balai Indonesia baru terasa kalau hari ini adalah lebaran karena penuh semarak oleh kerumunan Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Jepang untuk menunaikan shalat Ied.
"Maklum, di seluruh kota Tokyo hanya ada dua tempat yang menyelenggarakan shalat Ied," katanya kepada Tribun, Rabu (6/7/2016).
Masjid Tokyo Camii yang dapat menampung jema’ah lebih banyak telah berlebaran dan menyelenggarakan shalat Ied pada hari sebelumnya, yaitu pada Selasa tanggal 5 Juli 2016.
Masjid Tokyo Camii yang dibangun berasitektur Turki adalah masjid yang takmirnya mengikuti jadwal puasa dan lebaran kepada umat Islam di Turki.
Aula balai Indonesia dan area lapangan yang luasnya sekitar dua ribu meter tak dapat menampung masayarakat yang hendak melaksanakan shalat Iedul Fitri. Terpaksa shalat Ied dilakukan dengan dua gelombang. Gelombang pertama, Shalat Ied dilakukan pada jam 07:00 dan gelombang kedua dilaksanakan pada jam 08:30.
Suasana ramai sangat terasa karena banyak masyarakat Indonesia yang mengambil cuti untuk merayakan Iedil Fitri secara bersama-sama di Balai Indonesia.
"Sebagai khatib, saya berpesan kepada jema’ah agar tradisi ibadah dan kebaikan saat di bulan Ramadhan dapat dilanjutkan pada bulan-bulan berikutnya," jelasnya.
Pada hari kemenangan nan fitri ini hendaklah menjadi titik awal untuk menjadi manusia sejati karena kita bagai terlahir kembali dengan watak asli manusia sejati.
Menjaga keserasian hubungan vertikal dan horizontal adalah kunci keberhasilan hidup dimana berada, termasuk masyarakat diaspora yang berada di jepang.
Fitrah yang sejati manakala manusia mampu menyayangi sesama dengan tulus seraya bertauhid kepada Allah SWT.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.