Ancaman Uni Eropa Jika Turki Terapkan Hukuman Mati bagi Pelaku Kudeta
Rencana Turki untuk menerapkan hukuman mati muncul lagi setelah upaya kudeta militer atas pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan dapat digagalkan.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Rencana Turki untuk menerapkan hukuman mati muncul lagi setelah upaya kudeta militer atas pemerintah Presiden Recep Tayyi Erdogan dapat digagalkan.
Pemerintah Jerman, Senin (18/7/2016), bereaksi keras atas rencana Turki itu, dengan mendesak Ankara untuk tidak menerapkan aturan hukuman mati.
Turki tidak dapat bergabung dalam Uni Eropa (UE) jika pemerintahnya tetap menjalankan hukuman mati, kata Steffen Seibert, juru bicara pemerintah Jerman pada Senin.
Pemerintah Jerman mendesak Turki menjalankan proses penyelidikan dan menangkap dalang di balik kudeta sesuai dengan hukum.
Berlin juga mempertanyakan kebijakan Ankara yang menahan ribuan hakimnya. Setidaknya 8.777 pejabat sipil, militer, polisi, hakim, dan jaksa yang diduga terlibat dalam upaya kudeta, telah dipecat.
Di antara mereka terdapat satu gubernur dan 29 pejabat setingkat gubernur juga dipecat. Di luar itu, 6.000 orang telah ditangkap dan 103 jenderal dan laksamana ditahan.
"Jerman dan negara anggota UE memiliki posisi jelas atas isu itu. Kami secara khusus menolak hukuman mati," kata Seibert dalam konferensi pers.
"Negara yang memiliki aturan hukuman mati tak dapat menjadi anggota UE. Perundingan keanggotaan Turki di UE akan berakhir jika rencana hukuman itu tetap dijalankan," ujarnya.
Turki sempat menghapus hukuman mati pada 2004, berujung pada terbukanya jalur perundingan keanggotaan UE beberapa tahun sesudahnya.
Meski demikian, proses negosiasi berjalan cukup lambat sejak saat itu.
Erdogan, Minggu (17/7/2016), mengatakan, pemerintah akan membahas rencana penerapan hukuman dengan partai oposisi.
Sebelum adanya kudeta, banyak anggota UE tak sepakat jika Turki, menjadi anggota. Mereka khawatir atas rekam jejak Ankara yang mengekang kebebasan warganya dalam beberapa tahun ini.
Pemerintah Jerman mengaku belum melihat bukti adanya konspirasi di balik kudeta, diduga dilakukan sejumlah divisi militer Turki untuk mengambil alih kekuasaan.
Erdogan dan para loyalisnya menuduh Fethullah Gulen (75), ulama Turki yang didukung Amerika Serikat sebagai dalang di balik upaya kudeta.
Seibert mengatakan, Jerman dan pejabat UE akan menekankan pentingnya menaati ketentuan hukum dalam tiap perundingan dengan Turki.
Para menteri luar negeri UE menyampaikan keprihatinannya atas rencana hukuman mati dan hukuman yang dinilai kurang tepat.
Menurut Jerman, setiap orang memahami bahwa Turki dan sistem peradilannya harus mengadili dalang di balik kudeta.
Sekalipun demikian, kata Seibart, Turki harus taat hukum dan mengedepankan sanksi yang proporsional dan transparan.