Dampak Senjata Nuklir Korea Utara Diprediksi Akan Jauh Lebih Besar Ketimbang Korban Konflik Suriah
"Perjuangan saya dengan cara apapun yang saya bisa untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan dan rekonsiliasi antara Selatan dan Utara,"
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Ban Ki Moon menganggap masalah paling serius yang dihadapi dunia saat ini adalah bagaimana mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.
Dampak penggunaan senjata nuklir Korea Utara diprediksi akan jauh lebih besar daripada korban konflik di Syria dan konflik lainnya.
Ban Ki Moon mengaku selama 10 tahun menjabat sebagai Sekjen PBB dan sebelumnya menjabat menteri luar negeri Korea Selatan, dirinya sudah berusaha dengan berbagai upaya berbicara dengan pihak Korea Utara.
"Perjuangan saya dengan cara apapun yang saya bisa untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan dan rekonsiliasi antara Selatan dan Utara," ujar Ban Ki-moon kepada AP.
"Tapi aku menyesal untuk memberitahu anda bahwa itu belum bisa terwujud karena banyak situasi yang berbeda, terutama disebabkan tindakan Korea Utara yang provokatif," kata Ban.
Sebagaimana diketahui, Dewan Keamanan PBB diperkirakan akan mengadakan sidang darurat guna membahas uji nuklir terbaru Korea Utara.
Sebuah sumber diplomatik menyatakan sidang tersebut dilakukan di markas besar PBB di New York, Jumat (9/9/2016) siang waktu setempat atas permintaan Jepang, AS, dan Korea Selatan.
Ketiga negara berencana memimpin upaya untuk mengeluarkan pernyataan yang mengutuk Korea Utara dan menyerukan negara-negara anggota PBB secara ketat dan bertahap menerapkan sanksi terhadap Korea Utara.
Di bulan Maret lalu, dewan mengesahkan sebuah resolusi yang memperketat sanksi-sanksi termasuk larangan impor sumber daya alam seperti batu bara dan bijih besi dari Korea Utara.
Dewan Keamanan PBB sudah mengesahkan empat resolusi berisi sanksi terhadap Korea Utara.
Namun, gagal menghentikan negara itu dalam menjalankan program nuklir dan rudalnya. (AP/NHK)