Bukan Senjata, tapi Mainan Anak-anaklah yang Diselundupkan Pria Ini ke Suriah
Saat semua orang berpikir dua kali untuk memasuki kota Aleppo yang terkepung, ada satu pria yang terus keluar masuk kota itu dalam kondisi apapun.
Editor: Malvyandie Haryadi
"Kini setiap hari semua orang ketakutan karena mereka tak tahu kapan kediaman mereka menjadi sasaran bom pemerintah atau Rusia," tambah jurnalis itu.
Akibat serangan udara bertubi-tubi itu maka terlalu berbahaya bagi Rami untuk mengendarai mobil wilayah pemberontak dan pemerintah di Aleppo.
Alhasil dia harus berjalan kaki bersama para sukarelawan membawa 80 kilogram mainan, obat-obatan dan terkadang bahan makanan.
Dan bagi Rami bahaya yang mengincarnya bukan hanya pasukan pemerintah Suriah tetapi juga ISIS dan milisi Syiah.
"Sebagai mantan warga Aleppo saya melihat perjalanan berbahaya ini sebagai sebuah tugas dan kewajiban untuk membantu mereka yang membutuhkan," ujar Rami.
"Satu hal yang bisa saya lakukan adalah mengamankan masa depan Suriah dengan membantu anak-anak negeri ini karena kami tak ingin kehilangan generasi masa depan," tambah dia.
Mendapat perhatian dunia
Meski tinggal di Helsinki, Rami sudah bolak balik ke Suriah sejak pecah perang di negeri itu.
Kini Rami sudah menjadi perhatian global setelah diwawancarai CNN, Guardian, The Independent dan lainnya.
Hampir semua liputan media ini menyoroti sisi positif pekerjaannya, tetapi Rami mengatakan jauh lebih penting untuk melihat gambar besar dari pekerjaannya ini.
"Saya tak begitu tertarik dengan media dan ketertarikan mereka atas kegiatan saya. Saya hanya ingin fokus terhadap pekerjaan saya," ujar Rami.
"Jadi saya akan terus menjalankan peran saya semampu saya dan saya tak peduli apa yang dipikirkan media ," tambah dia.
Saat ditanya apa pesan dari warga Aleppo, khususnya anak-anak, untuk dunia, sang penyelundup mainan hanya berkata, warga Aleppo berpikir dunia sudah mengabaikan mereka.
"Mereka ini manusia sesungguhnya bukan sekadar angka dan statistik. Mereka ingin tahu seberapa banyak lagi kematian sebelum dunia bertindak," kata Rami.
"Apa perlu 200.000 atau satu juta orang tewas? Kapan jumlah itu cukup agar dunia akan bereaksi? Mereka tak bisa menunggu lebih lama," Rami menegaskan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.