Presiden Korea Selatan Bakal Tarik Kim Byong-joon Sebagai Calon Perdana Menteri
Presiden Korea Selatan Park Geun-hye mengisyaratkan akan mengalah dengan menarik calon perdana menteri yang ia ajukan, Kim Byong-joon.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Presiden Korea Selatan Park Geun-hye mengisyaratkan akan mengalah dengan menarik calon perdana menteri yang ia ajukan, Kim Byong-joon.
Langkah tersebut dipandang sebagai upaya untuk memecahkan kebuntuan politik terkait skandal korupsi yang melibatkan teman dekatnya, Choi Soon-sil.
Park bertemu dengan Ketua Majelis Nasional Chung Sye-kyun, Selasa (8/11/2016) pagi.
Media Korea Selatan melaporkan bahwa Park mengutarakan kesediaannya untuk menerima calon yang berbeda apabila calon tersebut ditunjuk kubu berkuasa dan oposisi di Majelis Nasional.
Sebelumnya, Park mencalonkan Kim Byong-joon sebagai perdana menteri yang dianggap memiliki hubungan dekat dengan beberapa partai oposisi.
Park meminta partai-partai oposisi, Senin (07/11/2016), untuk bertemu dengannya guna mendapatkan dukungan bagi calonnya tersebut.
Namun, usulan itu ditolak.
Park menunjuk Kim Byong-joon pada jabatan itu dengan harapan ia dapat selamat dari rangkaian skandal yang melibatkan orang kepercayaannya selama 40 tahun.
Kim menduduki satu jabatan penting di bawah mendiang presiden Roh Moo-hyun yang progresif dan dekat dengan beberapa partai oposisi.
Park berharap untuk menyelesaikan sisa 15 bulan masa jabatannya dengan mendelegasikan sebagian wewenang kepada Kim dalam upaya guna menenangkan kemarahan yang semakin meningkat terhadapnya.
Minggu (6/11/2016), seorang juru bicara Partai Minjoo Korea kembali menuntut Park untuk membatalkan penunjukannya sesegera mungkin.
Juru bicara itu menambahkan bahwa Park harus menerima kandidat yang direkomendasikan Parlemen sebagai perdana menteri dan mengurangi wewenangnya.
Partai oposisi mempertahankan pendirian yang keras terhadap Park, sebagian karena unjuk rasa harian di seluruh negara serta meningkatnya seruan bagi pengunduran dirinya. (NHK)