Konflik Antar Etnis Pecah di Afrika Tengah, 16 Orang Tewas
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (23/12/2016) melaporkan, rivalitas kelompok bersenjata di CAR semakin tidak terkendali.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANGUI -- Republik Afrika Tengah (CAR) kembali diguncang konflik mematikan yang menyebabkan sedikitnya 16 orang dalam bentrokan senjata terbaru.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (23/12/2016) melaporkan, rivalitas kelompok bersenjata di CAR semakin tidak terkendali.
Organisasi negara-negara di dunia itu memperingatkan, telah terjadi “pembantaian menargetkan” kelompok etnis Fulani oleh kelompok bersenjata dari etnis lainnya.
“Sudah ada setidaknya 16 orang terkonfirmasi tewas dan ribuan orang lagi kehilangan tempat tinggal,” kata Vladimir Monteiro, juru bicara pasukan perdamaian PBB di CAR (MINUSCA).
Kekerasan terbaru pecah pada Senin (21/11/2016) dan berlangsung hingga Rabu (23/11/2016) sebagaimana dilaporkan Agence France-Presse, Kamis (24/11/2016).
Pertikaian terjadi antara faksi-faksi yang saling bersaing dari kelompok bekas pemberontak Muslim “Seleka” di kota Bria, 400 km di timur laut Bangui, ibu kota CAR.
MINUSCA pada Selasa mengatakan, salah satu markasnya telah dibakar selama bentrokan pada Senin, sebelum pasukan perdamaian itu memukul mundur penyerang.
Pasukan MINUSCA pun langsung mengumumkan perkuatan bala bantuan ke markas yang diserang demi melindungi sekitar 5.000 warga sipil yang mencari perlindungan ke markas tersebut.
Pertikaian bersenjata terbaru pecah antara Front Rakyat untuk Renaisans CAR (FPRC) dan Uni Perdamaian Afrika Tengah (UPC), pecahan Seleka.
Kedua faksi berjuang untuk merebut pengendalian atas pajak yang selama ini dipungut dari para penggembala Fulani selama musim migrasi saat ini.
Lambert Lissane, seorang pejabat senior FPRC, mengatakan, kelompoknya dan bekas kelompok bersenjata Seleka lainnya telah bernegosiasi dengan pemerintah.
Namun, pemimpin UPC Ali Darass tidak terlibat dalam proses negosiasi terkait upaya mengendalikan pajak dari kaum Fulani.
Pemerintah berusaha untuk mempertemukan 14 kelompok bersenjata di bawah kesepakatan perlucutan senjata untuk mengkonsolidasikan perdamaian di negara bekas koloni Perancis itu.
Sebagai salah satu negara termiskin di dunia, CAR sedang berjuang untuk keluar dari perang saudara yang meletus pada tahun 2013 setelah penggulingan Presiden Francois Bozize, seorang Kristen, oleh koalisi pemberontak Muslim, Seleka.
Kudeta terhadap Bozize telah menyebabkan lahirnya kelompok main hakim sendiri, yakni unit "anti-Balaka" dari mayoritas Kristen, yang lalu menargetkan Seleka.