Presiden Duterte Sebut Pejabat PBB 'Idiot' karena Desak Penyelidikan HAM
Sejak menjabat pada Juni lalu, Duterte, yang dikenal sebagai "penghukum", telah meluncurkan perang yang mengerikan terhadap narkoba
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyerang Kamis (22/12/201) di pejabat PBB yakni kepala hak asasi manusia, Zeid Ra'ad al-Hussein dengan menyebutnya "idiot" setelah mendesak dilakukannya penyelidikan atas kasus pembunuhan.
Ya, tepatnya kasus pembunuhan yang diakui Duterte sendiri pernah dilakukannya dengan tangannya sendiri.
Sejak menjabat pada Juni lalu, Duterte, yang dikenal sebagai "penghukum", telah meluncurkan perang yang mengerikan terhadap narkoba yang telah membunuh lebih dari 6.000 orang.
Pekan lalu, Duterte mengakui kepada BBC bahwa dia telah secara pribadi membunuh setidaknya tiga tersangka penjahat ketika masih menjadi wali kota di Davao City.
"Pembunuhan yang disebut Presiden Duterte itu juga melanggar hukum internasional, termasuk hak semua orang untuk hidup, kebebasan dari kekerasan dan pemaksaan, proses hukum yang jelas, dan pengadilan yang bebas," kata Hussein, pada Selasa (20/12/2016).
Atas desakan penyelidikan tersebut, sang Presiden Filipina menyerang dan menyebut Pejabat PBB tersebut sebagai idiot.
"Anda ada di Perserikatan Bangsa-bangsa, Anda tidak tahu diplomasi," demikian Duterte katakan.
"Anda tidak tahu bagaimana berperilaku. Anda, kami membayar. Anda idiot, jangan pernah mendikte apa yang harus saya lakukan," ujar Duterte seperti dikutip dari TIME, Jumat (23/12/2016).
Sebelumnya diberitakan Komisi HAM PBB mendesak Filipina agar menyelidiki klaim Presiden Rodrigo Duterte bahwa ia telah membunuh tiga orang ketika masih menjadi wali kota di Davao City.
Pembunuhan atas ketiga orang itu dilakukan langsung oleh tangan Duterte sendiri. Selain itu, PBB mengharapkan penyelidikan atas ribuan pembunuhan lainnya terkait perdagangan narkoba.
Menurut kantor berita Reuters, Rabu (21/12/2016), sejak Duterte dilantik Juli lalu, sekitar 6.000 orang dibunuh dalam kampanye pemerintah untuk menumpas perdagangan narkoba.
Sepertiga dari jumlah tersebut tewas dalam berbagai operasi polisi anti-narkoba. Sisanya dibunuh oleh orang-orang bersenjata, bertopeng, dan naik sepeda motor.
Duterte mengatakan dalam pertemuan dengan sejumlah pengusaha minggu lalu bahwa sebagai Wali Kota Davao City, ia sendiri telah membunuh tiga orang pada era 1980-an.
Para korban itu terlibat kasus penculikan dan ketika itu terjadi baku tembak dengan polisi.
"Otoritas kehakiman Filipina harus menunjukkan komitmennya menegakkan hukum dan kebebasan dari pengaruh eksekutif dengan melancarkan penyelidikan atas berbagai pembunuhan itu," kata Zeid Ra’ad Al Hussein, Komisaris PBB untuk Urusan HAM.
"Pembunuhan yang disebut Presiden Duterte itu juga melanggar hukum internasional, termasuk hak semua orang untuk hidup, kebebasan dari kekerasan dan pemaksaan, proses hukum yang jelas, dan pengadilan yang bebas," kata Hussein.
Dia juga mengatakan, "ada sangat sedikit informasi tentang penuntutan yang aktual" terkait pembunuhan yang terjadi belakangan ini, meskipun polisi sedang menyelidiki kasus pembunuhan oleh kelompok warga yang main hakim sendiri.
Menurut Zeid, penyelidikan yang kredibel dan independen harus segera dilakukan untuk mendalami kasus pembunuhan di Davao selama Duterte sebagai wali kotanya. (TIME/REUTERS/AP)