Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Ini Pemimpin-pemimpin Dunia yang Dianggap Sangat Berbahaya

Amnesty International (AI) juga mengatakan banyak pemerintahan dunia mengeksploitasi pengungsi untuk kepentingan politik.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Ini Pemimpin-pemimpin Dunia yang Dianggap Sangat Berbahaya
DAILY MAIL
Donald Trump 

TRIBUNNEWS.COM -- Kelompok pegiat hak asasi manusia, Amnesty International, telah mengamati sejumlah tokoh atau pemimpin dunia dewasa ini yang gaya dan karakternya membuat warganya terbelah.

Amnesty International (AI) juga mengatakan banyak pemerintahan dunia mengeksploitasi pengungsi untuk kepentingan politik.

Para politikus, khususnya Donald Trump, yang kini adalah Presiden AS yang ke-45, telah menggunakan retorika yang memecah-belah dan merendahkan martabat manusia lain.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte
Presiden Filipina Rodrigo Duterte (CNN)

Trump dipandang telah menciptakan dunia yang lebih terbelah dan berbahaya, kata kelompok hak asasi manusia tersebut.

Laporan tahunan AI itu menyebut Presiden Trump sebagai contoh dari “politik kemarahan dan memecah belah.”

Mereka juga menunjuk sejumlah pemimpin lain, seperti Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban, dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang dikatakan menggunaklan narasi ketakutan, penuh tudingan dan memecah belah.

Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin muda Korea Utara, Kim Jong Un tidak disebut oleh AI sebagai pemimpin berbahaya.

Berita Rekomendasi

Putin dikecam Barat dan AS karena aneksasi Krimea dari Ukraina, mengintimidasi negara-negara Balkan. Sedangkan Jong Un dikecam karena program nuklirnya yang agresif.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (abc.net.au)

Laporan yang mencakup 159 negara, menyebut terjadinya peningkatan pernyataan kebencian di AS dan Eropa yang diarahkan pada pengungsi dan mengatakan gaungnya akan berakibat pada meningkatnya serangan atas dasar ras, jenis kelamin, kebangsaan, dan agama.

AI mengkritik negara-negara yang menurut mereka, dulunya merupakan sebagai pelopor hak asasi di seluruh dunia, kini justru mengalami kemunduran dalam hal HAM.

"Alih-alih memperjuangkan hak-hak rakyat, begitu banyak pemimpin yang mengadopsi agenda yang merendahkan manusia lain untuk kepentingan politik," kata Salil Shetty, Sekretaris Jenderal AI, dalam sebuah pernyataan.

Batas-batas tentang apa yang bisa diterima telah bergeser.

“Politisi tanpa malu-malu dan secara aktif melegitimasi segala macam retorika dan kebijakan penuh kebencian berdasarkan identitas orang: mereka menunjukkan kecenderungan misoginis (kebencian pada perempuan), rasisme, dan homofobia."

Kelompok AI secara khusus mengacu pada perintah eksekutif Trump bulan lalu yang melarang masuknya pengungsi dan imigran dari tujuh negara mayoritas Muslim.

Menurut mereka, Trump mewujudkan "retorika penuh kebencian xenofobia pra-pemilu" menjadi tindakan dengan menandatangani ketetapan itu.

Presiden AS, yang baru-baru mengatakan ia orang “yang paling kurang rasis” dan “paling kurang anti-Semit,” diagendakan untuk meluncurkan perintah eksekutif baru pekan ini.

AI juga menyebutkan Duterte, Erdogan, dan Orban sebagai pemimpin yang menggunakan retorika “kita versus mereka.”

"Tahun 2016 adalah tahun ketika penggunaan narasi sinis ‘kita vs mereka’ yang penuh tudingan, kebencian dan ketakutan, jadi begitu menonjol di seluruh dunia dalam tingkat yang tidak pernah tampak sejak 1930-an," kata Shetty merujuk tahun di mana Adolf Hitler naik ke tampuk kekuasaan di Jerman.

"Sebuah tatanan dunia baru yang menganggap HAM sebagai penghalang kepentingan nasional membuat kemampuan untuk mengatasi kekejaman massal sangat rendah, membuka pintu bagi pelanggaran yang dulu terjadi pada zaman paling kelam dari sejarah manusia."

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas