Kuwait, Ironi Negeri Kaya Minyak yang Kini Berutang dengan Jual Obligasi 8 Miliar Dolar
"Kami mendapat permintaan kuat dari AS, MENA (Timteng dan Afrika Utara), dan Eropa," kata Wakil Perdana Menteri Kuwait, Anas al-Saleh
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, KUWAIT - Cerita tentang Kuwait adalah cerita sebuah ironi. Kuwait yang pernah menjadi negara paling kaya raya di Timur Tengah di era 1990-an, kini terjerembab dalam defisit anggaran.
Ekonomi Kuwait memang pernah babak belur ketika negaranya dianeksasi oleh tetangganya, Irak, di bawah rezim Saddam Hussein.
Perlahan setelahnya, Kuwait mulai bangkit memperbaiki kondisi ekonominya.
Rupanya, pondasi ekonomi Kuwait tidak benar-benar 100 persen kuat. Pelemahan harga minyak membuat Pemerintah Pemerintah Kuwait babak belur mengelola ekonomi negaranya.
Pemerintah Kuwait pun menyerah pada keadaan, mengatasi defisit anggarannya dengan menjual surat utang (obligasi) global. Nilai pun tidak tanggung-tanggung, mencapai 8 miliar dolar AS.
Ini adalah obligasi global pertama yang dilepas Pemerintah Kuwait ke pasar.
Kuwait menawarkan surat utang US$ 3,5 miliar bertenor lima tahun 75 basis poin di atas obligasi Amerika Serikat bertenor serupa.
Sedangkan selisih obligasi US$ 4,5 miliar bertenor sepuluh tahun dipatok 100 basis poin.
"Kami mendapat permintaan kuat dari AS, MENA (Timteng dan Afrika Utara), dan Eropa," kata Wakil Perdana Menteri Kuwait, Anas al-Saleh, kepada Bloomberg.
Dari tawaran US$ 8 miliar, permintaan yang masuk mencapai US$ 29 miliar.
Kuwait tak sendiri di antara negara produsen minyak yang mulai menjajakan surat utangnya ke pasar internasional.
Tahun lalu Arab Saudi menjual US$ 17,5 miliar dan Qatar sebesar US$ 9 miliar. Sedangkan Oman, negara Arab penghasil minyak terbesar di luar OPEC menawarkan obligasi US$ 5 miliar.
Surat utang Kuwait, produsen minyak kelima terbesar di OPEC, disematkan rating AA dari S&P Global Rating, peringkat investasi tertinggi ketiga dari atas.
Kuwait akan menggunakan dana segar ini untuk menambal defisit yang ditargetkan sebesar 7,9 miliar dinar (US$ 25,9 miliar) di tahun ini. Tahun lalu, defisit anggaran negara ini mencapai US$ 9,7 miliar dinar.
"Kami melihat transaksi ini sukses dari berbagai parameter, termasuk harga, volume dan partisipasi investor," kata Al-Saleh.
Reporter: Sanny Cicilia