Turki Akan Gelar Referendum: Ikuti Jejak Inggris Keluar dari Uni Eropa?
Referendum 16 April memang memberi peluang bagi Erdogan untuk meraih kekuatan baru di pemerintahan.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan, Turki kemungkinan menggelar referendum seperti British Exit (Brexit) untuk menentukan keanggotannya di Uni Eropa.
Aksi tersebut rencananya dilakukan usai pemungutan suara (referendum) 16 April mendatang yang bertujuan mengubah konstitusi negara (Undang-undang Dasar).
"Kami akan mengadakan referendum pada 16 April dan setelah itu kita bisa memilih untuk melakukan referendum kedua terkait Uni Eropa. Kami akan mematuhi apa pun yang publik katakan," kata Erdogan dalam forum bersama Inggris di Antalya Selatan, seperti dilansir Reuters, Sabtu (25/3/2017).
Referendum 16 April memang memberi peluang bagi Erdogan untuk meraih kekuatan baru di pemerintahan.
Juni 2016 lalu, lebih dari separuh warga Inggris yang memberikan suara telah memilih untuk mengakhiri keanggotaan Inggris di Uni Eropa (Brexit) setelah 46 tahun.
Erdogan melontarkan pernyataan tersebut sehari setelah ia berjanji meninjau ulang semua hubungan politik dan administrasi dengan Uni Eropa, termasuk kesepakatan untuk membendung migrasi ilegal. Namun, ia menyatakan tetap mempertahankan hubungan ekonomi dengan blok Uni Eropa.
Hubungan Turki dengan anggota Uni Eropa memburuk beberapa bulan terakhir setelah Jerman dan Belanda membatalkan kampanye terbuka bersama pejabat Turki.
Kampanye itu rencananya untuk menggalang dukungan dari ekspatriat Turki terkait referendum 16 April.
Jerman dan Belanda khawatir kampanye itu akan membahayakan keamanan, tapi Erdogan menuding kedua negara itu menggunakan cara Nazi dan menginjak-injak kebebasan berpendapat.
"Turki telah menunggu di pintu (Uni Eropa) selama 54 tahun," tukas Erdogan. Pernyataan itu merujuk kemitraan bisnis antara Ankara dengan Uni Eropa sejak 1963.
Perundingan Turki dengan Uni Eropa soal keanggotaan dimulai pada 2005. Namun, pembicaraan itu mengalami kebuntuan karena sikap Turki terkait penindasan warga Siprus.
Turki menjadi bagian dari kesepakatan dengan Uni Eropa untuk menjaga ratusan ribu pengungsi dan imigran asal Timur Tengah yang lari ke Eropa. Sebagai imbalan, Ankara menerima bantuan keuangan dari Uni eropa senilai 3 miliar euro.
Sumber: Reuters