Mengapa Rusia Tidak Menolong Suriah dari Serbuan Rudal Tomahawk?
Sembilan unit pesawat terbang, amunisi, dan depo bahan bakar di pangkalan udara Shayrat, Suriah hancur akibat serangan rudal tersebut.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Penulis: Malvyandie
TRIBUNNEWS.COM - Laut Merah masih gelap ketika dua kapal perang destroyer AL AS kelas Arleigh Burke: USS Ross (DDG-71) dan USS Porter (DDG-78) menembakkan 59 buah rudal jelajah ke daratan Suriah, Jumat 7 April 2017, sekitar pukul 04.40 waktu setempat.
Ini adalah serangan Tomahawk kedua ke Suriah, setelah sebelumnya pada tahun 2014 Presiden Obama memerintahkan peluncuran 47 rudal Tomahawk dari dua titik. USS Philippine Sea di Teluk Persia dan USS Arleigh Burke di Laut Merah yang menyasar pos komando kelompok ekstremis Khorasan.
Sembilan unit pesawat terbang, amunisi, dan depo bahan bakar di pangkalan udara Shayrat, Suriah hancur akibat serangan rudal tersebut.
Serangan ini tak pelak menimbulkan pertanyaan para pengamat militer dan hubungan internasional. Mengapa Rusia yang selama ini mem-back up pemerintahan Assad tidak melindungi sekutunya tersebut dari hujanan rudal?
Bukan rahasia jika Rusia telah menyebar sistem pertahanan udara canggihnya di Suriah.
Mulai Pantsir dan Tor yang bertugas menghantam sasaran yang terbang rendah dan berjarak pendek, hingga Buk-M2, S-300, dan S-400 yang mampu menghancurkan sasaran udara hingga 400 Km.
Rusia selama ini juga kerap mengklaim sistem pertahanan udara canggih mereka dapat melindungi objek vital dari segala ancaman. Tak peduli rudal jelajah, pesawat "siluman", drone, hingga rudal antarbenua.
Lalu kemana alat-alat pertahanan canggih itu kala puluhan Kapak Indian (Tomahawk) diluncurkan destroyer AL Amerika?
Banyak analisa dari banyak pengamat militer maupun industri pertahanan terkait masalah ini. Namun umumnya mengerucut pada dua pendapat.
Tomahawk Mampu Hindari Radar Rusia
Analisa pertama adalah kemampuan Tomahawk yang mampu terbang menghindari jangkauan radar rusia.
Dihimpun dari berbagai sumber, setelah ditembakkan, Tomahawk terbang dipandu Global Positioning System (GPS) dan terrain contour matching (TERCOM), yang memungkinkannya terbang rendah menyusuri kontur permukaan bumi.
Oleh karenanya tidak jarang rudal ini terbang hanya di ketinggian beberapa puluh meter saja dari tanah.