Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tahun 2100 Penduduk Jepang Tidak Sampai 60 Juta Jiwa

GDP (produk domestik kotor) Jepang memang naik terus sejak Lehman Shock tahun 2010 dan akhir tahun 2016 mencapai 539,7 triliun yen.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Tahun 2100 Penduduk Jepang Tidak Sampai 60 Juta Jiwa
Richard Susilo
Katsunobu Kato (61), menteri Promosi Dinamik Keterkaitan Masyarakat Untuk Reformasi Kerja dan Persamaan serta Pemberdayaan Wanita Jepang 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pada tahun 2100 jumlah penduduk Jepang diperkirakan mencapai 59,72 juta atau tak mencapai 60 juta jiwa karena masalah penuaan negeri Sakura ini terus menerus, sejak masa tingginya (peak) tahun 2008 sejumlah 128,08 juta jiwa.

"Jumlah populasi Jepang memang turun terus sejak tahun 2008 hingga kini dan diperkirakan tahun 2100 tidak akan mencapai 60 juta jiwa," papar Katsunobu Kato (61), menteri Promosi Dinamik Keterkaitan Masyarakat Untuk Reformasi Kerja dan Persamaan serta Pemberdayaan Wanita Jepang sore ini (12/5/2017).

GDP (produk domestik kotor) Jepang memang naik terus sejak Lehman Shock tahun 2010 dan akhir tahun 2016 mencapai 539,7 triliun yen.

"Namun jumlah lansia Jepang (usia 65 tahun ke atas) jauh semakin banyak bahkan tahun 2042 diperkirakan mencapai 39,35 juta jiwa yang berarti sekitar separuh dari jumlah penduduk Jepang saat itu."

Jumlah manusia Jepang antara usia 15-65 tahun yang peak nya tahun 1995 sebesar 87,16 juta orang, pada tahun 2065 hanya mencapai 45,29 juta orang.

"Itulah sebabnya mulai pertengahan tahun lalu pemerintah Jepang mengubah kebijakan sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan jumlah penduduk antara lain memudahkan jam kerja wanita, serta memungkinkan mereka punya waktu untuk hamil lalu melahirkan dan membesarkan anak, serta membantu ibu muda dnegan anak yang baru lahir dan masih kecil sehingga mudah dititipkan sehingga sang ibu tidak terganggu kerjanya untuk bisa menghidupkan keluarganya. Demikian bantuan kepada para lansia sehingga kehidupannya sejahtera di masa tuanya," jelasnya lebih lanjut.

Berita Rekomendasi

Jam kerja pun dibatasi dari semula berkepanjangan, kini maksimal 40 jam per minggu. Data per 2016, jumlah pekerja yang bekerja 40 jam per minggu di Jepang sebanyak 41,5%.

Sedangkan antara 40-48 jam seminggu ada 37,3% dan yang bekerja lebih dari 49 jam per minggu ada 21,3%.

Jumlah tersebut sangat berbeda dengan Inggris, Perancis dan Jerman di mana kerja per minggu 40 jam 62,6% di Inggris, 72,9% di Perancis dan 55,1% di Jerman.

"Jepang mengubah pola jam kerja dan lainnya tampaknya banyak melihat pengalaman dari Jerman saat ini sehingga pembatasan jam kerja lebih ringan, menghindarkan terjadinga Karoshi (meninggal karena kelebihan kerja) di masa depan," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas