Ribuan Buruh Migran di Malaysia Terancam Dideportasi
Ribuan buruh migran di Malaysia terancam dideportasi akibat razia besar-besaran yang dilakukan otoritas setempat.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Ribuan buruh migran di Malaysia terancam dideportasi akibat razia besar-besaran yang dilakukan otoritas setempat.
Malaysia sedang melakukan razia terbesar yang pernah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.
Dari operasi yang dilakukan di berbagai penjuru Malaysia itu, sebanyak 2.309 buruh imigran ilegal telah ditangkap sejak awal Juli ini.
Lebih dari 2.000 buruh didapati tidak memiliki dokumen lengkap dan kebanyakan bekerja sebagai buruh pabrik dan restoran.
Menurut Kepala Penegakan, Penyelidikan, dan Hukum Departemen Imigrasi Malaysia Saravana Kumar, kebanyakan yang ditangkap adalah tenaga-tenaga kerja asal Bangladesh dan Indonesia.
Buruh-buruh tersebut masuk dan tinggal di Malaysia dengan visa turis tanpa izin kerja yang sah.
"Mereka akan kami periksa dalam waktu 14 hari dan kami adili sebelum dideportasi," jelas Saravana Kumar, Kamis (6/7/2017).
Dalam razia tersebut, sebanyak 52 orang juga ditangkap atas dugaan perekrutan buruh-buruh ilegal.
Masyarakat Malaysia memang sangat menggantungkan dirinya pada buruh-buruh migran dari negara-negara seperti Indonesia, Bangladesh, dan Nepal.
Buruh-buruh tersebut kebanyakan dipekerjakan di bidang pertanian dan konstruksi infrastruktur.
Dari jutaan buruh migran yang terdaftar, diperkirakan ada pula buruh-buruh migran ilegal dengan jumlah yang serupa.
Soal penangkapan buruh-buruh ilegal ini, sejumlah aktivis buruh justru berargumen bahwa yang ditangkap hanyalah buruh-buruh yang menjadi korban penipuan dan perdagangan manusia.
Para aktivis menilai seharusnya buruh-buruh seperti itu tidak menerima perlakuan "tak adil" dan justru mati-matian bekerja demi menghidupi keluarga di negara asalnya.
"Yang seharusnya ditangkap adalah para juragan dan agen yang semestinya memberikan mereka izin bekerja yang sah," kata seorang aktivis buruh migran dari Kuala Lumpur, Aegile Fernandez.
"Buruh-buruh itu juga pasti sudah membayar mereka untuk bisa mendapatkan izin kerja, namun malah tidak diberikan," lanjutnya. (VOA News/Reuters)