Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Musim Panas di Jepang saatnya Festival dan Jalan-jalan Malam Hari

Banyak festival dilakukan malam hari seperti yang dilakukan di Kota Goshogawara Perfektur Aomori, Jumat (4/8/2017) malam.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Musim Panas di Jepang saatnya Festival dan Jalan-jalan Malam Hari
Mainichi
Festival Tachinebuta di Aomori yang sangat semarak setiap musim panas di Jepang. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Musim panas di Jepang memang musimnya festival dan jalan-jalan di malam hari.

Banyak festival dilakukan malam hari seperti yang dilakukan di Kota Goshogawara Perfektur Aomori, Jumat (4/8/2017) malam.

Tiga nebuta besar diarak dengan 17 mobil dengan ketinggian 23 meter dengan berat 19 ton melalui kota tersebut dan akhirnya diikuti dan diramaikan banyak penduduk setempat serta para turis dalam dan luar negeri.

Mereka mengiringi sambil berteriak bersamaan "Yattema-re" (Ayo Ayo Ayo sama-sama) menjadikan meriah acara tersebut.

Acara berlangsung hingga tanggal 8 Agustus mendatang.

Sekitar pukul 17.30, Ketua Kadin Goshogawara, Junichi Yamazaki hadir dalam seremoni pembukaan di Tachinebuta Hall.

BERITA TERKAIT

"Tahun ini adalah titik balik 20 tahun operasi Tachinebuta dan kita sepakat untuk melanjutkan ke generasi mendatang," kata Yamazaki.

Baca: Suami Saya Guru Ngaji Tak Mungkin Nyolong di Musala

Setelah upacara pembukaan dimulailah tarian oleh Yu Haneto dengan pakaian yukata menandakan dimulainya festival tersebut di jalanan dengan mengiring Nebuta 7 lantai bersama-sama masyarakat di jalan raya.

Festival ini juga diamankan dengan standar anti kebakaran serta pemadam kebakaran dua buah yang besar dan ikut sertanya petugas pemadaman ke dalam festival tersebut sehingga aman dan nyaman.

Emiko Kawami (54), karyawan di kota tersebut mengungkapkan bahwa festival itu seolah membuat kita ingin terbang setinggi langit melihat keindahan warna warni dari atas sambil berdoa bagi kebahagiaan, sukses dan keselamatan di masa datang.

Nebuta mengacu kepada pelampung sosok prajurit pemberani yang dibawa melalui pusat kota, sementara penari mengenakan kostum unik yang disebut haneto dan menari dengan nyanyian Rassera, singkatan dialektal versi "irasshai", memanggil pengunjung dan pelanggan untuk menonton atau bergabung.

Pada festival, Nebuta, yang terlihat bagian paling atas itulah bergambar tentara dengan pakaian zaman kuno berhias dengan warna warni.

Festival Nebuta ini salah satu terbesar dari 3 festival di Tohoku dan tahun 1980, tercatat sebagai warisan budaya nasional Jepang di Kementerian Pendidikan dan Budaya Jepang serta masuk pula ke dalam 100 Komponen Terbaik Yang Terlestarikan terpilih oleh Kementerian Lingkungan Hidup Jepang tahun 1996.

Nebuta Matsuri (Festival Nebuta) pertama kali dilakukan tahun 1958 dengan prajurit pahlawan yang muncul adalah Kitagawa Kinsaburou (lahir 26 Desember 1880) tampil gambarnya dalam nebuta festival tersebut.

Nebuta berupa chochin (lampion) yang di dalamnya berisi semacam lilin penerang dengan gambar-gambar manusia kertas lentera itu, di zaman dulu gampang terbakar atau jadi penyebab kebakaran di berbagai tempat.

Itulah sebabnya sempat dilarang pada zaman Edo dan zaman Meiji. Tetapi mulai tahun 1944 diperbolehkan kembali. Hal ini sebagai upaya meningkatkan moral semangat masyarakat mengikuti perang dunia kedua.

Di akhir festival ini tanggal 8 Agustus biasanya akan ada pesta kembang api yang sangat cantik tanda menutup acara tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas