Gerilyawan Rohingya Dilaporkan Serang Polisi, 12 Orang Tewas
Menggunakan senjata api dan parang, gerilyawan Rohingya menyerang pasukan keamanan Myanmar di pos-pos keamanan dan perbatasan, Kamis (24/8/2017) malam
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, YANGON - Menggunakan senjata api dan parang, gerilyawan Rohingya menyerang pasukan keamanan Myanmar di pos-pos keamanan dan perbatasan, Kamis (24/8/2017) malam.
Setidaknya 12 tentara Myanmar tewas dalam penyerangan gerilyawan Rohingnya.
Demikian kepolisian Myanmar mengatakan, Jumat (25/8/2017) waktu setempat.
Serangan yang dimulai setelah tengah malam itu, terjadi beberapa jam setelah penasehat Komisi Rakhine dipimpin oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan menyampaikan laporan akhir.
Mereka merekomendasikan pemerintah Myanmar bertindak cepat untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial di negara bagian Rakhine untuk menyelesaikan kekerasan antara umat Buddha dan Muslim minoritas Rohingya.
Baca: Ayam Langka, Harga Satu Ekornya Rp 27,3 Juta, Dagingnya Dijamin Sangat Lezat
Kantor Presiden Aung San Suu Kyi mengatakan pada halaman Facebook menyebut serangan itu terjadi bertepatan dengan rilis laporan Annan.
Polisi setempat mengatakan serangan simultan menargetkan setidaknya 26 pos polisi, polisi penjaga perbatasan dan pasukan keamanan di Rakhine Utara.
Lima Polisi penjaga perbatasan dan tujuh dari penyerang bersenjata terbunuh, kata polisi,sembari menambahkan bahwa jumlah korban masih sedang dihitung.
"Lebih dari 150 penyerang Muslim yang mengelilingi pos kami dengan parang dan senjata," kata Htun Naing, seorang perwira polisi penjaga perbatasan Taung Pasa atau Utara Buthidaung.
"Total setidaknya lima orang polisi telah tewas," kata Htun Naing, yang juga mengatakan beberapa mayat penyerang juga ditemukan.
Peneliti hak asasi manusia PBB dan organisasi independen menyebutkan bahwa tentara dan polisi membunuh dan memperkosa warga sipil dan membakar lebih dari 1.000 rumah selama operasi.
Sejak itu, terus terjadi peningkatan gerakan pemberontak Rohingya, mengancam untuk melawan penindasan dan perlawanan.
Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa, lebih dari 80.000 warga Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh sejak bulan Oktober lalu.
Komisi Rakhine, yang didirikan pada Agustus 2016 oleh perintah Suu Kyi, melaporkan situasi di negara bagian Rakhine menjadi lebih berbahaya dan memerlukan upaya berkelanjutan dan terkoordinasi oleh otoritas sipil dan militer.
Komisi mempunyai enam anggota dari Myanmar dan tiga orang asing, termasuk Annan.
"Kecuali tindakan terpadu dipimpin oleh pemerintah dan dibantu oleh semua sektor pemerintah dan masyarakat perlu diambil segera."
"Karen aini berisiko pada kekerasan dan radikalisasi, yang akan lebih memperdalam kemiskinan kronis yang menimpa negara bagian Rakhine," Annan mengatakan pada konferensi pers di Yangon untuk menyajikan laporannya. (AP)