Polisi Bangladesh Izinkan Pengungsi Rohingya Masuk ke Negaranya, Perintah Atasan Diabaikan
PBB memperkirakan bahwa 58.000 pengungsi minoritas Rohingya Burma telah berhasil menyeberangi perbatasan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BANGLADESH - Polisi Bangladesh tak mematuhi instruksi pemerintah agar mereka mencegah orang-orang yang melarikan diri dari kekerasan di negara tetangga Myanmar yang berusaha melintasi perbatasan.
Seorang koresponden BBC di Cox's Bazaar, Bangladesh, mengatakan bahwa ribuan warga komunitas Muslim Rohingya itu membanjir masuk perbatasan tanpa ada upaya dari petugas di Bangladesh untuk menghentikan mereka.
PBB memperkirakan bahwa 58.000 pengungsi minoritas Rohingya Burma telah berhasil menyeberangi perbatasan.
Sejak lebih dari sepekan lalu, kekerasan terbaru meletus di negara bagian Rakhine, Myanmar, yang banyak dihuni muslim Rohingya.
Baca: Kedubes Myanmar di Jakarta Dilempari Bom Molotov, Polisi Periksa Enam Saksi
Para pengungsi menuduh pasukan keamanan Myanmar dan kelompok militan radikal Buddha membakar desa-desa mereka.
Pemerintah Myanmar berdalih, pasukan keamanan mereka sekadar mengambil langkah balasan terhadap serangan bulan lalu terhadap lebih dari 20 pos polisi oleh militan Rohingya.
Bentrokan susulan sesudah itu membuat banyak warga sipil baik Islam maupun Buddha, lari menyelamatkan diri dari desa-desa mereka.
Sekitar 20.000 warga Rohingya lainnya diperkirakan terjebak di sepanjang Sungai Naf, yang menjadi perbatasan kedua negara.
Berbagai lembaga bantuan mengatakan orang-orang itu diancam risiko tenggelam, penyakit dan ular berbisa.
Rakhine, yang merupakan negara bagian termiskin di Myanmar, dihuni lebih dari satu juta orang Rohingya. Sejak puluhan tahun mereka menderita berbagai bentuk pelecehan dan penganiayaan di negara yang mayoritasnya Buddhis itu. Orang-orang Rohingya bahkan tidak dianggap sebagai warga negara.
Dalam beberapa tahun terakhir. terjadi gelombang kekerasan yang banyak menelan korban jiwa. Kekerasan terbaru saat ini adalah yang paling besar sejak Oktober 2016, ketika sembilan polisi tewas dalam serangan terhadap pos perbatasan.
Sampai saat terjadinya serangan itu, tidak ada indikasi pemberontakan bersenjata di Rakhine, meski ketegangan etnis di sana sudah berlangsung lama.
Baik serangan bulan Oktober itu dan kemudian serangan 25 Agustus lalu, dilakukan oleh sebuah kelompok yang disebut Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan (Arakan Rohingya Salvation Army, ARSA).
Kelompok ARSA ini mengaku bertujuan untuk melindungi Muslim Rohingya dari represi negara di Myanmar. Pemerintah Burma menyebut ARSA adalah kelompok teroris.
Militer juga mengambil berbagai tindakan keras setelah serangan bulan Oktober itu, berbuntut berbagai tuduhan tentang pemerkosaan, pembunuhan dan penyiksaan oleh tentara terhadap warga Rohingya.
Saat itu, puluhan ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.