Hubungan China dan Korea Utara Dikabarkan Renggang
Lu meminta dialog untuk menyelesaikan krisis nuklir Korut setelah Amerika Serikat memasukkan nama Pyongyang sebagai negara sponsor untuk terorisme.
Editor: Choirul Arifin
TRIBIUNNEWS.COM, BEIJING - Kegagalan pejabat Korea Utara dan China untuk mengatur pertemuan antara utusan Presiden China Xi Jinping dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dinilai merupakan sebuah penghinaan ke Beijing.
Para pengamat politik juga melihat, kegagalan ini merupakan sinyal lebih lanjut tentang hubungan yang tegang antara dua negara komunis tersebut.
Song Tao, kepala departemen internasional Partai Komunis, melakukan empat hari perjalanannya ke Korea Utara pada Senin (20/11/2017). Ini merupakan kunjungan pertama pejabat senior China ke Korut sejak tahun 2015.
Baik Beijing dan Pyongyang telah mencoba melakukan pendekatan positif dalam perjalanan tersebut, namun tetap tutup mulut mengenai apakah utusan China berhasil bertemu dengan pemimpin Korut yang terkenal sangat tertutup itu.
Media milik pemerintah Korut juga tidak menyebutkan apakah Song bertemu dengan Kim. Hal inilah yang kemudian memicu spekulasi bahwa pertemuan antara keduanya tidak terjadi.
Meskipun Song bertemu dengan Choe Ryong-hae, wakil ketua Partai Pekerja Korea dan tangan kanan Kim, dan Ri Su-yong, diplomat tertinggi Pyongyang, para analis mengatakan bahwa kegagalannya untuk bertemu dengan Kim - jika terkonfirmasi- adalah tindakan yang disengaja untuk menghina Xi.
Tindakan ini sekaligus menunjukkan pengaruh Beijing yang terbatas terhadap rezim yang tidak dapat diatur tersebut.
Mengulangi lagi komentarnya pada hari Senin, juru bicara kementerian luar negeri China Lu Kang mengatakan, dia tidak memiliki penjelasan detil mengenai kunjungan yang lebih spesifik.
Lu meminta dialog untuk menyelesaikan krisis nuklir Korut setelah Amerika Serikat memasukkan nama Pyongyang sebagai negara sponsor untuk terorisme.
Para pengamat mengatakan, perjalanan tersebut -yang oleh Presiden AS Donald Trump awalnya dipuji sebagai langkah besar- tampaknya hanya menghasilkan sedikit kemajuan dalam memecahkan kebuntuan mengenai program persenjataan nuklir Korut atau menghentikan spiral ketidakpercayaan antara Beijing dan Pyongyang karena program pengembangan nuklir Kim.
Pengamat politik Universitas Nanjing, Gu Su, mengatakan keputusan Kim untuk tidak bertemu dengan Song juga terkait dengan protokol diplomatik.
Sebagai bagian dari tradisi lama antara kedua belah pihak, Song ditugaskan untuk memberi penjelasan kepada pimpinan Korut tentang kongres Partai Komunis China pada bulan lalu, di mana Xi terpilih kembali sebagai orang paling berkuasa di China.
Hal ini sangat kontras dengan kondisi tahun lalu saat Xi bertemu dengan Ri sebagai utusan khusus Kim ke Beijing pasca kongres partai berkuasa Korut.
"Timbal balik adalah bagian penting dari protokol diplomatik, terutama di kalangan partai komunis. Rupanya, Kim tidak senang dengan aksi Xi selama Trump melakukan tur ke China baru-baru ini," sebut Gu.
"Kim juga tidak senang dengan keputusan Beijing untuk berpihak pada Washington dengan serentetan sanksi internasional terhadap Korut. Dengan adanya pelecehan tersebut, kemungkinan hubungan Beijing dengan Pyongyang akan mendekati titik beku," lanjut Gu.
Sun Xingjie, seorang pakar hubungan internasional di Universitas Jilin, juga mengatakan bahwa penghinaan tersebut merupakan pertanda jelas bahwa hubungan antara kedua partai komunis tersebut telah mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki karena provokasi nuklir Korut yang berulang, yang oleh Xi digambarkan sebagai ancaman terhadap keamanan nasional China.
Reporter Barratut Taqiyyah Rafie