Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemberitaan Krisis Rohingya Minim, Myanmar Diduga Bunuh Para Jurnalis di Rakhine

Hasil dokumentasi dan informasi yang dihimpun kemudian dikirim dalam bentuk foto, video, dan klip suara.

Penulis: Ruth Vania C
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pemberitaan Krisis Rohingya Minim, Myanmar Diduga Bunuh Para Jurnalis di Rakhine
SURYA/SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
BANTUAN PANGAN - Petugas mengawasi kontainer berisi beras bantuan yang menunggu bongkar muat kedi KM Cimbria di dermaga internasional PT Terminal Petikemas Surabaya (PT TPS), Surabaya, Kamis (21/9). Sebanyak 2.000 ton beras yang terkumpul dari masyarakat itu dikirim oleh organisasi nirlaba Aksi Cepat Tanggap (ACT) bekerjasama dengan PT TPS dan PT Samudra Indonesia untuk pengungsi Rohingya di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ 

TRIBUNNEWS.COM, RAKHINE - Minimnya pemberitaan soal krisis Rohingya diduga akibat para jurnalis yang memantau di daerah konflik telah dihabisi oleh pasukan militer Myanmar.

Seorang pengungsi Rohingya, Mohammad Rafique, yang mengelola sebuah situs berita komunitas Rohingya, 'The Stateless', informasi terkait keadaan di Rakhine semakin minim diperoleh.

Rafique mengatakan, lebih dari 95 persen jurnalis-jurnalis lepas yang memantau keadaan di Rakhine dinyatakan menghilang sejak pasukan militer Myanmar memberlakukan larangan bagi mereka di sana.

Padahal, sejak bentrok pecah pada 2012 lalu, banyak informan yang secara tertutup melaporkan berbagai kekerasan yang terjadi dan menimpa warga Rohingya.

Hasil dokumentasi dan informasi yang dihimpun kemudian dikirim dalam bentuk foto, video, dan klip suara.

"Jaringan pewarta Rohingya sedang tidak berfungsi sekarang, sehingga informasi detail dan kredibel terkait kekerasan yang terjadi di sana tidak sampai ke kami," kata Rafique.

Tak hanya media-media berita, kelompok-kelompok HAM dan lembaga kemanusiaan lainnya juga kekurangan pasokan informasi soal keadaan di Rakhine.

Berita Rekomendasi

Kelompok-kelompok HAM tersebut menduga, para jurnalis lepas tersebut jadi sasaran penculikan dan pembunuhan pasukan militer Myanmar, untuk menutup aliran informasi terkait kondisi di Rakhine.

Ko Ko Linn, seorang juru bicara untuk komunitas Rohingya yang berbasis di Bangladesh, mengatakan bahwa ada sekitar 2.000 jurnalis lepas yang aktif memberikan informasi soal krisis itu pada 2016.

Baca: Posisi Setya Novanto Makin Terjepit

Baca: Dikejar-kejar Waktu Adili Kasus Setnov, Hakim Kusno : Minta Doanya

"Laporan-laporan mereka yang membuat dunia tahu bagaimana sebenarnya pasukan keamanan dan milisi sekutu mereka melakukan penganiayaan di balik operasi militernya," jelas Linn.

Seorang mantan jurnalis lepas yang sudah melarikan diri ke Bangladesh sejak September, Noor Hossain, mengaku bahwa memang ada risiko besar yang mengancam para jurnalis dalam mengumpulkan informasi.

"Dahulu kami sampai bersembunyi saat pasukan keamanan mendekati desa kami," cerita Hossain.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas