Soal Yerusalem, Presiden Palestina Ogah Temui Wapres AS
Pence dijadwalkan untuk melakukan perjalanan ke Israel pada Desember ini dan rencananya akan mengunjungi sebuah kota Palestina
Penulis: Ruth Vania C
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, RAMALLAH - Presiden Palestina Mahmoud Abbas dikatakan menolak untuk melakukan pertemuan dengan Wakil Presiden AS Mike Pence dalam kunjungan sang wapres ke Timur Tengah.
Pence dijadwalkan untuk melakukan perjalanan ke Israel pada Desember ini dan rencananya akan mengunjungi sebuah kota Palestina, Betlehem.
Dalam kunjungan yang akan dilaksanakan pada 19 Desember mendatang itu, rencananya Pence ingin menemui Abbas.
Namun, Abbas dikabarkan tidak akan memenuhi jadwal pertemuan tersebut, karena pernyataan AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dianggap keterlaluan.
"Tidak akan ada pertemuan dengan Pence," demikian kata penasihat urusan diplomatik Abbas, Majdi Al-Khalidi, Sabtu (9/12/2017).
Baca: Bertemu Netanyahu, Presiden Prancis Minta Israel Komitmen untuk Damai
"Permasalahan yang ada lebih besar dari sekadar pertemuan seperti ini, karena AS dan pernyataannya soal Yerusalem, sudah kelewat batas," lanjutnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Maliki, yang mengatakan bahwa AS sudah tak layak berperan sebagai mediator konflik Timur Tengah.
"Kami akan mencari mediator baru dari negara-negara Arab dan komunitas internasional lain, yang bisa membantu untuk mengupayakan solusi dua negara," ucap Maliki, di Kairo, Mesir, Sabtu.
Penolakan tersebut ditanggapi AS sebagai keputusan yang "disayangkan" karena AS "masih berupaya agar Israel dan Palestina mencapai perdamaian".
"Sangat disayangkan, Pemerintah Palestina lagi-lagi menghindar dari kesempatan untuk mendiskusikan masa depan Timur Tengah," komentar Sekretaris Pers Wakil Presiden AS, Alyssa Farah.
Pihak Gedung Putih juga memastikan bahwa Pence tetap dijadwalkan untuk bertemu dengan Abbas sesuai yang sudah direncanakan.
Presiden AS Donald Trump akhirnya resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, di Gedung Putih, Washington, Rabu (6/12/2017) waktu setempat.
Melalui pernyataan tersebut, Trump juga mengumumkan rencana pemindahan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Trump menilai dirinya hanya menepati apa yang sudah dijanjikannya semasa kampanye pencalonan presiden pada 2016.
Trump menyebut, pengakuan tersebut menjadi penanda atas dimulainya pendekatan baru terhadap konflik Israel-Palestina.
Selain itu, Trump juga menegaskan bahwa dengan pengakuan itu, dirinya tidak bermaksud untuk menentukan bahwa seluruh wilayah Yerusalem itu secara resmi akan menjadi wilayah Israel. (Jerusalem Post/Aljazeera)