Pemuda Semakin Langka, Perempuan di Suriah Mulai Khawatir Jadi 'Perawan Tua'
Perang yang melanda Suriah berdampak terhadap kehidupan kaum perempuan di negara tersebut.
Editor: Adi Suhendi
"Saya khawatir usia saya akan beranjak tua dan belum kunjung menikah. Untuk masalah ini, saya sudah putus asa," lanjutnya.
Di tengah masyarakat Suriah yang masih konservatif, perempuan biasanya sudah menikah dalam usia 20-an.
Namun, kurangnya "stok" perjaka membuat norma itu kini diabaikan.
"Kini, karena krisis, seorang perempuan bisa menikah dalam usia 32 tahun tanpa mendapat julukan perawan tua," kata Salam Qassem, seorang guru besar psikologi di Damaskus.
Selain mengakibatkan lebih dari 340.000 orang tewas akibat konflik yang sudah memasuki tahun ketujuh ini, ribuan pria kini berada di garis depan pertempuran.
Selain itu, dari populasi 23 juta jiwa sebelum perang pecah, 5 juta orang kini telah meninggalkan negeri itu.
Kondisi itu menghancurkan jaringan sosial warga, terutama para orangtua, yang dulu dengan mudah menemukan jodoh yang tepat bagi putra dan putri mereka.
"Warga dulu saling mengenal atau bisa dengan mudah saling kenal. Kini, keluarga tercerai-berai di banyak tempat," tambah Qassem.
Sejumlah warga Suriah kemudian mencoba mengatasi masalah ini dengan menggelar "pernikahan lewat Skype".
Mereka memberikan otorita kepada pihak ketiga untuk menerbitkan dokumen pernikahan saat mereka saling mengucap janji pernikahan secara daring.
Yusra (31) juga belum menikah dan hal tersebut membuat orangtuanya resah karena khawatir dia akan "ketinggalan kereta".
"Saya tak ingin kamu jadi perawan tua," ujar Yusra menirukan perkataan ibunya.
Yusra menambahkan, sang ibu bahkan menyuruhnya berkeliling untuk mendapatkan jodoh.
Namun, seperti halnya Nour, Yusra yang bekerja sebagai penerjemah untuk Pemerintah Suriah menemukan sebagian besar orang di sekelilingnya adalah perempuan atau pria tua.